Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan
- Penulis : M. Ulil Albab
- Senin, 18 November 2024 09:11 WIB
“Kebebasan dan kemerdekaan itu seperti udara; kita hanya menyadarinya saat kita tercekik.”
— Pearl S. Buck
ORBITINDONESIA.COM - Kebebasan, kemerdekaan, seperti udara, adalah kebutuhan yang sering diabaikan hingga berkurang kualitasnya. Kehadirannya terasa biasa, tapi kehilangannya menghancurkan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Hukum Kelima Hidup Bermakna, Spiritualitas dan Wellness
Di sinilah tugas warga negara yang aktif, apalagi para penulis: menjaga napas kebebasan dan kemerdekaan itu tetap hidup. Kebebasan dan kemerdekaan tidak hanya direkam tetapi juga dipertahankan, dirawat, dan diwariskan.
Retreat para penulis berfungsi sebagai ruang untuk menghirup kembali napas kebebasan. Di Puncak Bogor yang sejuk, Agustus 2024, empat puluh penulis dari Aceh hingga Papua berkumpul untuk merenungkan makna kemerdekaan. Bukan sekadar merayakan masa lalu, tetapi memaknai kemerdekaan dalam tantangan zaman kini.
Seperti udara yang bergerak bebas, gagasan-gagasan di sini mengalir tanpa sekat. Mereka lahir dari pertemuan berbagai latar belakang: dari mereka yang pernah menulis dengan mesin ketik hingga generasi yang akrab dengan teknologi kecerdasan buatan; dari aktivis hingga ibu rumah tangga.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Renungan Sumpah Pemuda, Warna Nasionalisme di Era Algoritma
-000-
Sepanjang sejarah, penulis acapkali berdiri di garis depan dalam memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan.
Pramoedya Ananta Toer, lewat “Tetralogi Buru,” menggambarkan pergulatan identitas bangsa yang terkubur oleh kolonialisme.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menambah Elemen Penghayatan bahkan untuk Hal-hal Kecil
Harriet Beecher Stowe, dalam Uncle Tom’s Cabin, membantu mengakhiri perbudakan di Amerika Serikat dengan menyentuh hati nurani sebuah bangsa.