DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Untuk Mereka yang Terbuang di Tahun 1960-an

image
Catatan Denny JA: Untuk Mereka yang Terbuang di Tahun 1960-an. (istimewa)

Dalam menulis tentang para eksil ini, saya menelusuri data sejarah untuk menemukan kisah-kisah yang jarang terdengar. 

Dengan bantuan teknologi modern, saya menemukan 15 nama eksil sebagai studi kasus. Namun, untuk menjaga privasi dan memberi ruang untuk interpretasi kreatif, saya memilih untuk menciptakan fiksi tambahan.  Tapi kisah nyata hidup mereka dijadikan rujukan.

Mereka adalah individu-individu nyata, historis, yang hidup dalam pengasingan. Tetapi  dalam buku puisi esai  ini, mereka akan hidup kembali melalui karakter-karakter fiktif.

Baca Juga: ORASI DENNY JA: Kisah Cinta Tanah Air di Dalam Film Eksil

Sebagai penulis puisi esai, saya menggunakan pendekatan ini agar dapat menggabungkan realitas sejarah dengan unsur fiksi dan puisi. 

Puisi esai memberikan kebebasan untuk menyelami emosi dan pengalaman batin yang mungkin tidak bisa diungkapkan melalui prosa biasa. Namun fiksi itu dilahirkan oleh fakta, kisah sebenarnya, sebagaimana yang dapat ditelusuri dalam catatan kaki puisi esai.

Dengan format ini, saya berharap bisa menyampaikan rasa keterasingan, kerinduan, dan kehilangan yang dialami oleh para eksil ini dengan cara yang lebih mendalam dan menyentuh, sekaligus kental setting sosial kisah sebenarnya.

Baca Juga: Puisi Denny JA: Pesan yang Dibawa Seekor Burung yang Hinggap di Pundakku

Buku ini adalah bagian dari rangkaian puisi esai saya yang menyoroti sejarah Indonesia dan korban-korban yang terlupakan. ​​​​1

Buku pertama adalah “Atas Nama Cinta” (2012), yang merupakan buku puisi esai pertama yang memperkenalkan genre puisi esai di Indonesia. Buku ini merekam berbagai bentuk diskriminasi yang masih terjadi di Indonesia, meskipun negara ini telah memasuki era reformasi. 

Di dalamnya, terdapat kisah-kisah personal yang mengangkat masalah ketidakadilan sosial, cinta, dan perjuangan yang bertahan di tengah berbagai tantangan politik dan sosial di masa transisi.

Baca Juga: Puisi dari Susilawati Tentang Duhai Hati

Buku kedua adalah “Jeritan Setelah Kebebasan” (2022), yang mencatat konflik-konflik berdarah primordial yang terjadi di Indonesia setelah reformasi. 

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8

Berita Terkait