Catatan Denny JA: Untuk Mereka yang Terbuang di Tahun 1960-an
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 06 Oktober 2024 18:13 WIB
Ini adalah langkah penting dalam rekonsiliasi, yang bukan hanya simbolis, tetapi juga membuka ruang bagi masyarakat untuk memperbaiki kesalahan sejarah.
Di Eropa, Jerman juga meminta maaf atas kejahatan kolonialnya. Pada tahun 2004, Jerman secara resmi mengakui genosida yang dilakukan terhadap suku Herero dan Nama di Namibia pada awal abad ke-20.
Lebih dari sekadar kata-kata, pemerintah Jerman juga berkomitmen untuk mendukung pembangunan di Namibia sebagai bentuk penebusan.
Baca Juga: ORASI DENNY JA: Kisah Cinta Tanah Air di Dalam Film Eksil
Jika Australia dan Jerman bisa melangkah maju dengan pengakuan dan permintaan maaf resmi, apakah Indonesia siap untuk melakukan hal serupa?
Pengakuan atas para eksil tahun 1960-an ini memang penting, tetapi tidak cukup untuk sepenuhnya memulihkan rasa identitas dan harga diri yang telah hilang selama lebih dari setengah abad.
Sebagian besar dari para eksil ini kini berusia lebih dari 80 tahun. Mereka telah menghabiskan sebagian besar hidup mereka di negeri yang bukan tanah kelahiran mereka, tanpa identitas formal dan tanpa rumah yang dapat mereka sebut milik mereka.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Pesan yang Dibawa Seekor Burung yang Hinggap di Pundakku
Meskipun pengumuman pemerintah memberikan sedikit harapan, pertanyaan yang lebih besar tetap ada: apakah mereka dapat pulang? Apakah ada jaminan bahwa di usia tua mereka, tanah air yang telah berubah ini akan menerima mereka?
-000-
Untuk menghayati sisi batin kisah para eksil ini, saya mencari inspirasi dari karya-karya sastra internasional. Yaitu sastra yang juga membahas tentang pengalaman hidup dalam pengasingan dan keterasingan.
Baca Juga: Puisi dari Susilawati Tentang Duhai Hati
Beberapa karya menawarkan pandangan mendalam tentang bagaimana pengasingan bisa memengaruhi kehidupan seseorang di berbagai negara dan konteks.