Berziarah ke Borobudur, Denny JA Terhubung ke Masa Silam
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 08 September 2024 15:54 WIB
Para arsitek dan insinyur dinasti Syailendra mengawasi pekerjaan ini dengan seksama, memastikan setiap batu ditempatkan dengan tepat, sesuai desain yang rumit dan filosofis.
Saya terhanyut dalam percakapan batin dengan salah satu arsitek utama Borobudur. Dia menjelaskan kepada saya bahwa Borobudur dirancang berdasarkan kosmologi Buddha.
Ada tiga tingkat utama dalam struktur candi, yaitu Kamadhatu (dunia nafsu), Rupadhatu (dunia rupa atau bentuk), dan Arupadhatu (dunia tanpa bentuk), yang melambangkan perjalanan spiritual menuju pencerahan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Di Kereta Itu, Tak Ditemukannya Sepasang Mata Bola
Setiap relief di Borobudur memiliki makna dalam, kata sang arsitek.
Ia menceritakan kehidupan Sang Buddha, ajaran-ajarannya, dan kisah-kisah kehidupan masa lalu.
Para seniman dinasti Syailendra memahat lebih dari 2.600 panel relief, menjadikannya ansambel relief Buddha terbesar di dunia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Revolusi Kreativitas Bersama Artificial Intelligence (1)
Ia berkata setiap panel memiliki cerita, tidak hanya tentang Buddha, tetapi juga tentang kehidupan masyarakat Jawa pada waktu itu.
Sebagai candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur tidak hanya megah secara fisik, tetapi juga mengandung nilai spiritual yang sangat mendalam.
Arsitek tersebut menjelaskan Borobudur dirancang sebagai mandala raksasa. Bangunan ini memfasilitasi orang untuk berjalan melingkar naik ke puncak candi. Para pejalan seakan-akan sedang melakukan perjalanan menuju pencerahan.
Baca Juga: Paus Berkati Lukisan Karya Denny JA Tentang Paus Fransiskus Membasuh Kaki Rakyat Indonesia
Dalam kontak spiritual itu, saya menyaksikan kemegahan Borobudur ketikat pertama kali selesai dibangun. Sebuah monumen yang menakjubkan, dibangun dengan tekad dan keyakinan untuk menciptakan tempat suci bagi umat Buddha di Nusantara.