Catatan Denny JA: Di Kereta Itu, Tak Ditemukannya Sepasang Mata Bola
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Rabu, 04 September 2024 08:00 WIB
(Selesai aksi protes mahasiswa dan civil society atas RUU Pilkada dan masa depan demokrasi, Agustus 2024, seorang pengusaha yang dulunya aktivis, rindu suasana perjuangan)
ORBITINDONESIA.COM - Di kereta api menuju Jogjakarta,
sia-sia ia cari sepasang mata bola.
Hidup memang memberinya singasana.
Sepatu dari emas.
Kacamata ditaburi berlian.
Tapi hatinya tetap seorang aktivis.
Rindu gelora.
Tersentuh pekik perjuangan.
Baca Juga: Puisi Rosadi Jamani: Tewas dalam Pembebasan
Kereta melaju.
Dalam hening, ia mendengar kembali lagu itu:
“Hampir malam di Jogja.
Ketika keretaku tiba.
Remang-remang cuaca.
Terkejut aku tiba-tiba.
Dua mata memandang.
Seakan-akan ia berkata.
Lindungi aku pahlawan.
Daripada si angkara murka.
Baca Juga: ORASI DENNY JA: Tanah Airku dalam Lagu, Puisi, dan Lukisan
Sepasang mata bola.
Dari balik jendela.”1
Gelora aktivisnya meledak.
Dari jendela kereta, dipandangnya gedung dan pohon.
Tapi dibayangkannya suasana tahun 1945.
Orang-orang bergerak di jalan, bawa bambu runcing,
bersemangat,
pekik merdeka atau mati.
Ujarnya, “aku napak tilas ke Jogjakarta, di rel kereta yang dulu
membawa Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Sudirman.”
Baca Juga: Puisi dari Gunawan Trihantoro Tentang Lukisan Artificial Intelligence
Dibayangkannya bom meledak.
Serdadu Jepang berkeliaran di kereta.