In Memoriam: Faisal Basri dan Nyanyian Suara Kritisnya di Mata Denny JA
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 06 September 2024 08:35 WIB
ORBITINDONESIA.COM - “Orang yang hanya tahu sisi pandangannya sendiri tentang satu isu, ia sesungguhnya tidak tahu banyak soal isu itu. Ia boleh saja merasa argumennya soal isu itu sangat kuat. Tapi jika ia belum mendengar pandangan lain yang berlawan soal isu itu, kuat atau tidak argumennya belumlah teruji.” (John Stuart Mill).
“Kritik mungkin tidak menyenangkan, tapi itu rasa tak menyenangkan yang penting. Kritik itu berfungsi seperti rasa sakit dalam tubuh kita. Kritik memberi tahu kita bahwa ada yang tidak beres dalam kebijakan publik.” (Winston Churchill).
Kutipan dua tokoh inilah yang teringat ketika mengetahui meninggalnya Faisal Basri.
Sepanjang perannya di ruang publik, Faisal Basri bersuara sangat kritis, sangat berani, lantang, bicara apa adanya.
Faisal bisa begitu terbuka mengkritik, bukan saja karena ia punya passion, dan memiliki integritas. Tapi berani karena ia juga berbasis data dan riset.
Sangat sedikit di tanah air mereka yang mengkritik dengan keras namun memakai riset dan data.
Baca Juga: ORASI DENNY JA: Belajar Keberagaman dari Sayyidina Ali
Hal yang biasa jika pihak yang dikritiknya merasa tak nyaman. Namun, ruang publik hanya sehat jika juga diisi oleh nyanyian suara kritis seperti yang diperankan Faisal Basri.
Mengenang Faisal Basri, saya teringat peran kritis yang juga diperankan ekonom kepada pemerintah negaranya sendiri, yaitu Thomas Piketty (Prancis) dan Amartya Sen (India).
-000-
Sepanjang nyanyian kritisnya, ada tiga isu utama yang sering menjadi fokus Faisal Basri: korupsi dan kroniisme, ketimpangan ekonomi, serta kebijakan publik yang tidak berpihak kepada kepentingan nasional.