DECEMBER 9, 2022
Internasional

Jubir Kemlu Mao Ning: China Ingin PBB Objektif dan Adil Dalam Menangani Masalah Myanmar

image
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

ORBITINDONESIA.COM - China berharap PBB dapat menangani konflik di Myanmar dengan objektif dan adil sehingga membantu untuk mewujudkan perdamaian di negara tersebut.

"Kami berharap Utusan Khusus PBB untuk Myanmar akan menegakkan posisi yang objektif dan adil, menangani hubungan antara semua pihak secara berimbang," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Mao Ning mengemukakan bahwa hal itu penting bagi China mengingat kepentingan jangka panjang rakyat Myanmar, dan akan membantu Myanmar dalam menemukan cara yang efektif untuk menjembatani perbedaan,

Baca Juga: Upaya ASEAN Mewujudkan Perdamaian di Myanmar, yang Kini Dipimpin Junta Militer

Hal itu disampaikan Mao Ning setelah Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Julie Bishop mengunjungi China pada 20-21 Agustus 2024 untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) China Wang Yi dan Utusan Khusus Kementerian Luar Negeri untuk Urusan Asia Deng Xijun.

Pertemuan itu dilangsungkan atas undangan pemerintah China.

Myanmar jatuh ke dalam kekacauan sosial, politik, dan ekonomi setelah pada Februari 2021, tentara Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi, tentara junta melancarkan kekerasan terhadap rakyat yang menentang dan memumculkan kelompok oposisi bersenjata di berbagai wilayah.

Baca Juga: India Akan Terus Pulangkan Warga Myanmar yang Melarikan Diri dari Konflik Etnis di Myanmar

"China menghormati kedaulatan, kemerdekaan, persatuan nasional, dan integritas teritorial Myanmar serta tetap berkomitmen untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Myanmar maupun proses perdamaian yang dijalani dan dipimpin Myanmar sendiri," ujar Mao Ning.

China juga disebut mendukung peran ASEAN sebagai mekanisme utama perdamaian dan berharap agar konsensus lima poin ASEAN tentang Myanmar dan peta jalan lima poin baru Myanmar dapat diperkuat dan dilaksanakan secara efektif.

"China mendukung PBB dalam memainkan peran konstruktif dalam penyelesaian politik masalah Myanmar, dan siap memberikan dukungan dan bantuan kepada Utusan Khusus PBB untuk Myanmar dalam melaksanakan tugasnya," ucap Mao Ning.

Baca Juga: Kepala BNN RI Marthinus Hukom: Banyak Narkoba di Indonesia Berasal dari Myanmar dan Afganistan

Dalam pertemuan dengan Julie Bishop, Menlu Wang Yi juga mengatakan tidak ada negara lain yang menginginkan Myanmar dapat memulihkan stabilitas dan mewujudkan pembangunan, selain dari China mengingat China adalah tetangga terbesar Myanmar.

Namun Wang Yi juga menilai masalah Myanmar itu rumit, dan berharap Julie Bishop punya pemahaman tentang kondisi nasional khusus Myanmar dan perkembangan historis masalah Myanmar.

Sedangkan Julie Bishop menilai China sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB memiliki pengaruh yang unik. Ia juga ingin dapat menjaga komunikasi yang erat dan memperkuat kerja sama dengan China dan ASEAN guna mencapai konsensus penanganan masalah Myanmar.

Baca Juga: Akibat Konflik di Myanmar, Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar dan Bangladesh

Sejak Oktober 2023 telah terjadi pertempuran antara militer dan kelompok oposisi bersenjata meningkat dan menyebar ke sebagian besar Myanmar.

China pada Desember 2023 dan 10-11 Januari 2024 telah berupaya untuk menjadi mediator dan memeprtemukan junta militer dan tiga kelompok entis bersenjata yaitu Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA), dan Tentara Arakan (AA).

Namun pasca pertemuan damai kondisi keamanan di Myanmar bagian utara tetap buruk yang bahkan membuat China mengeluarkan peringatan agar warganya tidak mendatangi Myanmar utara.

Baca Juga: Penjabat Presiden Myanmar, Myint Shwe Alihkan Tugas ke Kepala Junta Militer Karena Sakit Parah

Sejak kudeta Februari 2021, lebih dari 2.470 serangan udara telah dilancarkan dan mengakibatkan lebih dari 1.300 kematian. Lebih dari 2,8 juta orang pun mengungsi, dan sedikitnya 18 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, menurut badan-badan PBB.***
 

Sumber: Antara

Berita Terkait