Puisi Esai: Memilih Tak Menikah Sambil Memelihara Kucing atau Anjing, hingga Kisah Koruptor di Makam Pahlawan
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Sabtu, 10 Agustus 2024 09:17 WIB
Yang menarik, fenomena di atas direkam dalam puisi esai. Sejarah akan mencatat, topik soal Childless Dog Lady pertama kali masuk dalam sastra Indonesia melalui puisi esai, di tahun 2024.
Dalam puisi esai itu digambarkan seorang wanita, setelah mengalami pengkhianatan dan depresi, memilih untuk tidak menikah. Ia juga memilih tak memiliki anak.
Ia menemukan kebahagiaan dengan memelihara anjing serta membantu orang lain. Meskipun dihadapkan pada kritik sosial, ia berhasil menemukan makna hidupnya.
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Sudah Waktunya Masuk Sekolah
Perempuan ini menginspirasi banyak orang untuk menjalani hidup dengan cara yang mereka pilih. Kebahagiaan dan kontribusi kepada masyarakat tidak selalu harus melalui pernikahan dan menjadi ibu.
Juga banyak isu dramatis lainnya, True Story yang difiksikan dalam puisi esai, yang ditulis semuanya di tahun 2024.
Ada pula kisah sebenarnya, benar-benar terjadi. Istri wali kota (yang kemudian menjadi wali kota) menghadapi pro-kontra terkait pemakaman suaminya di Taman Makam Pahlawan, meskipun jasanya sebagai Walikota diakui oleh banyak orang.
Baca Juga: Rumah Puisi Esai akan Dibangun di Malaysia, Datuk Jasni Matlani Berterima Kasih kepada Denny JA
Puisi esai itu menggambarkan rasa sakit dan kesedihan seorang istri ketika suaminya, yang dianggap sebagai pahlawan oleh keluarganya dan sebagian masyarakat, harus dipindahkan dari makam pahlawan karena statusnya sebagai narapidana kasus gratifikasi.
Juga ada kisah True Story dramatis lainnya. Seorang gadis mengalami kekerasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri. Sang ayah juga seorang anggota DPRD.
Gadis ini akhirnya melahirkan anak dari perbuatan tersebut. Puisi ini menggambarkan betapa hancurnya kehidupan gadis itu akibat pengkhianatan ayahnya, yang seharusnya melindunginya.
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah
Masyarakat serta adat yang membanggakan filosofi "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" (ABS SBK) gagal pula melindungi dan memperhatikan penderitaannya.