Syaefudin Simon: Budhy yang Budhis
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 16 Juli 2024 23:44 WIB
Gagasan Denny JA kemudian didukung Budhy. Keduanya berusaha menumbuhkan kesadaran di ruang publik untuk memiliki semua agama. Dan karenanya perlu merayakan hari-hari besar semua agama.
Melalui media sosial, Denny dan Budhy menggerakkan kelompok lintas iman Esotetika-Spiritual di sosial media. Sejumlah hari-hari besar agama -- seperti Islam, Buddha, Hindu, Kristen, Katholik, Ahmadiyah, Baha'i telah diperingati dengan meriah oleh kelompok esoterika spiritual antariman ini.
Jika Cak Nur bergelut dengan pemikiran-pemikiran Islam yang toleran dan kosmopolitan; Mas Djohan mewujudkannya dalam tindakan toleransi antariman, Budhy langsung "masuk dan menghayati" spiritualitas antariman. Budhy ikut "sembahyang" bersama mereka. Dan merasa memiliki agama mereka.
Baca Juga: HEBOH, Kuil Buddha di Thailand Dibiarkan Kosong karena Seluruh Biksu Positif Narkoba
Itulah sebabnya, banyak kaum agamawan non Islam menganggap Budhy sebagai salah seorang dari tokoh mereka. Ada seorang biksu yang menyatakan, wajah Budhy yang tenang, cerah, dan penuh senyum, terlihat lebih budhis ketimbang orang Budha.
Seorang pastor menyatakan, sosok Budhy lebih katolik ketimbang orang Katolik. Begitu pula, tokoh-tokoh agama lain. Budhy adalah bagian dari mereka. Bahkan melampaui "keimanan" mereka.
Dalam sebuah peringatan Weisak 2024 di Jakarta, penyair Ahmad Gaus yang sudah "membudhy" membacakan puisinya yang sangat Indah tentang agama Budha.
Baca Juga: Budhy Munawar Rachman: Sekolah dan Lembaga Pendidikan Justru Mendorong Keberagamaan yang Eksklusif
Puisi Ahmad Gaus
SANG BUDDHA
Kukenal dia samar-samar
Buddha Gautama, namanya
Hadir dalam ingatanku sebagai bongkahan batu gunung yang dipahat
Dijadikan patung di kuil raja
Lalu disembah oleh orang-orang musyrik
Di akhirat nanti, mereka akan dipanggang
di jurang neraka
Bersama patung yang mereka sembah
Beribu-ribu burung gaib datang silih berganti
Membawa dupa, lilin, makanan, dan air suci
Diletakkan di depan patung yang sedang tenggelam dalam diam
Aku tidak mengerti
Bagiku itu adalah perbuatan syirik, menyekutukan Tuhan
Tapi memang aku menyaksikan sendiri
Bagaimana bulan, bintang, matahari, angin dan petir, tunduk pada ketenangan patung itu
Kuhampiri ia
Kuucapkan kata-kata kasar yang kucuri dari sebuah mimbar
Tapi ia tetap saja diam tanpa ekspresi
Tidak menampakkan kemarahan
Tidak juga keluhan, kesedihan, atau rasa takut.
Kata-kata itu malah berbalik ke arahku
Menghantamku bagai hujan deras yang mengerang
Menceburkan diriku ke samudera pasang
O, betapa dalam
Betapa dalam kebodohanku
Aku tidak pernah tahu siapa yang bersembunyi di tubuh patung itu