Bachtiar Aly: Quo Vadis Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Senin, 10 Juni 2024 12:18 WIB
Semua kelompok kepentingan tersebut mendapat kesempatan untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing melalui parlemen, yang terdiri dari berbagai partai politik. Model demokrasi ini menunjukkan adanya interaksi antara berbagai kekuasaan yang mewakili masyarakat dengan sektor negara sebagai perumus kebijakan politik, pelaksana dan pengawas.
Dinamika tersebut pada akhirnya menggerakan sebuah system besar yang sangat dinamis, melahirkan pemikiran baru, mendukung inovasi berbagai produk, menghasilkan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan, perubahan iklim sampai pada peningkatan kualitas sumberdaya manusianya, tanpa mengabaikan terjadinya ketimpangan penghasilan dan kekayaan, masalah lingkungan hidup dan sebagainya.
Sistem socialist market economy atau state capitalism sangat kontras dibandingkan dengan sistem free market economy. Dalam sistem socialist seperti di China, pada awal berdirinya tahun 1949 menerapkan pembangunan ekonomi berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, menutup atau melakukan isolasi dari dunia luar, terutama negara-negara kapitalisme barat, sentralisasi kekuasaan pada Partai Komunis China dan Kongres Rakyat, dengan Demokrasi Rakyat. Peran negara menguasai seluruh sektor perekonomian, maka disebut sebagai State Capitalism.
Baca Juga: Menlu Retno Marsudi: Dewan Keamanan PBB Tidak Boleh Menoleransi Perang Apalagi Genosida di Palestina
Karena sistem politik yang terpusat dan bersifat komando, top down, maka ketika perkembangan ekonomi dalam negeri mengalami stagnasi, diluncurkan program lompatan besar, great leap untuk mengejar ketertinggalam teknologi.
Caranya melakukan mobilisasi produk pangan untuk diekspor ke negara-negara sosialis lainnya, dan ditukarkan dengan produk teknologi.
Yang terjadi kemudian adalah bencana kelaparan di seluruh negeri, yang menewaskan empat puluh juta orang, Secara ekonomi, model ekonomi ini akhirnya mengalami stagnasi dan gagal memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Baca Juga: Menlu Retno Marsudi: Uni Eropa Harus Konsisten Hormati Hukum Internasional di Isu Palestina dan Gaza
Membuka isolasi untuk modernisasi
Akhirnya China menerapkan politik pintu terbuka, open door policy, dan membuka hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat tahun 1978, setelah kunjungan Presiden Richard Nixon dan Menlu Henry Kissinger pada tahun 1972 dan bertemu Mao Zedong dan Chou Enlai di Beijing.
Kedua negara tersebut memiliki kepentingan masing-masing untuk bekerjasama di bidang ekonomi, investasi dan perdagangan.
Kepentingan AS adalah menghentikan perang Vietnam yang telah menyebabkan defisit anggaran belanja negaranya dan defisit perdagangan luar negeri; merelokasi industrinya yang telah sunset ke China agar dapat memproduksi dengan biaya rendah, sekaligus memasarkan produknya di China yang berpenduduk satu miliar lebih; selanjutnya produk dari China diekspor ke AS dengan harga murah dan dapat menekan tingkat inflasi di sana.