DECEMBER 9, 2022
Kolom

Denny JA, Fernando Botero, dan Lukisan Artificial Intelligence di Mahakam 24 Residence Jakarta

image
Lukisan Artificial Intelligence karya Denny JA dipamerkan di Mahakam 24 Residence (OrbitIndonesia/kiriman)

Sesaat memandang lukisan itu, memori masa kecil saya bangkit dan bekelebat dengan cepat dari alam bawah sadar.

Mata saya nyaris tidak berkedip ketika menatap lukisan yang menggambarkan anak kecil duduk di atas pesawat kertas yang sedang terbang. Saya ikut larut ke dalam lukisan tersebut.

Saya dibawa ke masa silam seorang gadis kecil dari sebuah desa di Bogor yang asyik bermain dengan pesawat kertas. Begitu asyiknya, hingga saya serasa ikut terbang di atas pesawat itu, terbang mengikuti kemana angin membawa. Seperti kata Botero ada rasa senang terasa di hati ketika menatap lukisan ini.

Satu lantai di bawahnya, iImajinasi saya  berbalik arah.  Saya melihat penderitaan manusia di Gaza, Palestina.

Ada satu lukisan yang paling menyentuh hati saya:  seorang bocah laki-laki berlutut di tengah reruntuhan bagunan, di atasnya ada langit berwarna merah. Bocah itu mengenakan kaus lusuh dengan gambar bendera Palestina di dadanya. Dengan tatapan nanar, bocah yang bertelinga besar itu memandangi sekitarnya. Seolah-olah telinganya itu mendengar sekecil apapun suara di sekitarnya. Di punggungnya ada sepasang sayap yang lebar, bak burung yang bersiap terbang.

Hati saya tergores. Saya membayangkan bocah itu menatap sedih kampung halamannya yang porak poranda akibat serangan bom Israel jahat. Anak itu begitu merindukan langit yang biru. Karena yang ia lihat setiap hari adalah langit berwarna merah dan abu-abu pekat, akibat serangan bom di udara yang entah kapan akan berhenti. Dengan berat hati, ia pun pergi dengan sayapnya meninggalkan kampung halaman yang dicintainya, untuk menemukan langit yang biru di atas sana.

Berada di hotel ini membawa pikiran saya berkelana ke sana kemari, dan membawa kesadaran baru bahwa teknologi menawarkan alternatif  baru untuk berekspresi. Dalam konteks ini adalah AI.

Sebagai manusia, saya memiliki keresahan tersendiri saat mengamati atau membaca fenomena sosial yang terjadi. Misalnya, ketika saya membaca berita mengenai satu keluarga yang memutuskan untuk bunuh diri dari atas gedung apartemen di Jakarta pada Maret 2024 lalu.

Hati saya terusik, membayangkan bagaimana percakapan terakhir yang muncul di antara ayah, ibu, dan kedua anaknya itu sebelum akhirnya bunuh diri.

Keterusikan itu rasanya ingin saya ungkapkan dan ekspresikan dalam sebuah karya yang indah, agar perasaan yang sama juga bisa ditularkan ke orang lain yang menikmati karya saya, dalam bentuk lukisan atau tulisan. Saya belum menjadi penulis atau pelukis profesional. Dua hal itu baru sebatas hobi bagi saya.

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait