Elza Peldi Taher: Denny JA, Penulis Lari Cepat 100 Meter
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 17 Mei 2024 06:28 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sabtu 27 April 2024, tepat pukul 09.30 saya tiba di Bandara 11 Soekarno Hatta. Alhamdulillah tidak terlambat karena perjalanan dari rumah menuju bandara lancar.
Buru buru cek in saya lalu bergegas menuju gate 4, tempat minum favorite banyak orang, Fore. Disana telah menunggu seorang kawan, Denny JA.
Pagi itu kami akan berangkat ke Kinabalu --lazimnya orang Indonesia menyebutnya Kinibalu-- memenuhi undangan penyair kenamaan Malaysia, Datuk Jasni matlani dan kawan kawan.
Baca Juga: Menangkan Pilpres Lima Kali Beruntun, LSI Denny JA Peroleh Penghargaan dari MURI Jaya
Datuk Jasni seorang penggerak puisi Esai, genre puisi yang dilahirkan Denny, telah lama mengharapkan Denny datang ke Kinabalu untuk menyaksikan perkembangan puisi esai di Sabah. Saya diajak oleh Denny karena saya termasuk penulis awal puisi Esai.
Buku puisi Esai saya “Manusia Gerobak”, termasuk generasi pertama puisi Esai, cukup digemari banyak orang. Seorang mahasiswi UIN tahun 2014, hanya setahun setelah buku terbit, menjadikan buku itu sebagai bahan skripsinya.
Saat sedang mencari ruangan tempat kami ketemu, tiba tiba saya mendengar suara.
“Hai Elza, apa kabar. Silakan duduk”. Rupanya Denny. Ia sedang berdiri sambil salah satu tangannya memegang HP. Saya pun memilih salah satu tempat duduk. Pagi itu Café masih sepi. “ Sudah dengar Joko Pinurbo meninggal”, kata Denny, memulai percakapan.
Saya menjawab, “Sudah, saya juga baru tahu. Denny kenal baik?”
Denny menjawab, “Ya, kenal begitu saja. Tapi ia pernah memberi kata pengantar terhadap salah satu buku puisi esai”. Denny kemudian berkata, “Bentar ya, saya mau menulis tentang Joko. Masih ada waktu”.
Denny kemudian berdiri, membuka HP lalu kedua tangannya sibuk menulis. Kadang ia duduk, tapi kemudian berdiri lagi. Kadang ia berjalan, sambil kedua tangannya sibuk mengetik di HP. Kadang keningnya mengkerut tanda ia sedang berpikir keras.
Saya heran Denny menulis dengan HP, bukan laptop. Generasi kami biasanya kurang lancar jika menulis dengan HP. Beda dengan gerenasi Z.
Tak lama kemudian HP saya berdering. Rupanya WA dari Denny. Denny kemudian berkata. “Sudah jadi tulisan saya Elza, silakan baca”.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Bom itu Meledak di Satu Sahur, di Bulan Puasa, di Gaza
Saya kemudian membaca tulisan Denny. Waah, tulisannya bagus. Ia dengan gamblang menjelaskan tentang Joko, pemikiran dan karya karyanya.
Saya ingin bertanya bagaimana ia bisa menulis secepat itu. Tapi urung karena kami harus boarding dan naik pesawat.
Dalam pesawat saya masih ingin bertanya bagaimana ia bisa menulis demikian cepat. Tapi urung karena kami kemudian bercakap soal masa masa kuliah dulu, tentang persahabatan kami dan tentang usia yang sudah tua.
Baca Juga: Buka Puasa LSI Denny JA: The Best Days of Our Lives
Malam hari Ketika kami menikmati makan di Pantai Kinabalu saya ingin bertanya kepada Denny, bagaimana ia bisa mempertahankan diri konsisten menulis tanpa henti. Tapi karena acara yang padat, banyak teman lain, saya tak sempat bertanya soal keheranan saya ini.
Keesokan harinya, pagi pagi kami sudah berangkat bersama rombongan menuju salah satu tempat maqnet di kota Sabah, Gunung Kinabalu. Ini adalah gunung tertinggi keempat di Asia. Gunung ini sudah ditetapkan sebagai situs warisan dunia Unesco.
Keindahan Gunung Kinabalu terutama pada keanekaragaman hayati yang menakjubkan. Dengan 5.000 hingga 6.000 spesies tanaman dan 326 spesies burung dan 100 spesies mamalia, gunung ini menjadi menjadi situs biologi paling menarik di dunia.
Baca Juga: Tjandra Yoga Aditama Raih Rekor MURI sebagai Penulis COVID-19 Terbanyak di Media Massa
Begitu sampai di kaki gunung, rombongan, terutama saya dan Denny yang baru kali ini menginjakkan kaki di bumi yang indah ini, langsung terpesona oleh pemandangan yang menawarkan panorama alam yang menakjubkan. Betul-betul menakjubkan.
Saat kami masih terpana melihat keindahan alam itu, Denny kemudian berkata. “Tunggu ya, saya mau menyendiri dulu 15 menitan. Saya mau nulis puisi tentang gunung ini”.
Denny kemudian memilih duduk agak menjauh. Saya kemudian duduk tak jauh dari Denny. Semua rombongan juga memilih menjauh. Masih masing sibuk dengan penghayatan masing masing.
Denny duduk di kursi salah satu tenda sambil menghadap ke Gunung Kinabalu. Tangannya kemudian sibuk memainkan HP. Sesekali ia menengadah menatap gunung, sesekali ia tercenung. Suasana terasa sunyi..Suasana terasa hening. Yang terdengar hanya kicauan burung dan suara angin..
Kinabalu memang indah. Keindahan utama Gunung Kinabalu yang sering disebutkan adalah pemandangan matahari terbit yang spektakuler dari puncaknya, serta flora dan fauna yang unik dan beragam yang dapat ditemukan di sepanjang jalur pendakian.
Pemandangannya memang menakjubkan, dengan lanskap yang berubah dari hutan hujan tropis di kaki gunung hingga ke zona subalpin di dekat puncaknya.
Sekitar lima belas kemudian, tiba tiba suara Denny memecah kesunyian. “Tulisan saya sudah selesai, silahkan dibaca”.
Saya kemudian membaca tulisan Denny. Luar biasa. Hanya dalam waktu 15 menit ia telah menyelesaikan sebuah puisi esai yang indah, lengkap dengan catatan kaki. Saya heran bagaimana ia bisa mendapatkan catatan kaki tentang sejarah gunung tersebut, dalam waktu demikian singkat, dengan hanya mengandalkan sebuah HP.
Saya kutip sebagian tulisannya:
Berdiri di hadapan Gunung Kinabalu, aku berhadapan dengan sejarah.
Badanku masih di sini, terpana di lerengnya.
Tapi hatiku sudah sampai di puncak gunung itu.
Di puncak sana, aku hening sendiri.
Angin berhembus, membisikan masa silam yang datang dari zaman yang jauh.
Kukatakan pada gunung, datanglah padaku.
Ceritakan riwayatmu.
Hening. Tak ada isyarat.
Kuulangi lagi.
Wahai gunung, ceritakan masa lalumu.
Kabut pun datang mengantarkan kisah legenda gunung itu.
Kami kemudian menuju salah satu ruangan hotel untuk makan siang. Sambil makan saya kemudian bertanya kepada Denny bagaimana ia bisa menulis dengan cepat, dengan hanya mengandalkan sebuah HP.
Kata Denny, saya memang terbiasa menulis dengan HP, Elza. Sudah jarang memakai laptop. Menulis apapun cukup dengan HP, kata Denny sambil makan dengan lahap.
Baca Juga: Aplikasi Penyedia Novel Bacaan dan Cerpen, MaxNovel Berkomitmen Berdayakan Para Penulis Indonesia
Kalau soal menulis cepat, dulu memanfaatkan Google sebagai bank data, apa saja ada di situ. Tapi kini dengan perkembangan baru saya menggunakan AI, selain Google tentu saja. Tak hanya satu aplikasi tapi beberapa aplikasi. Lebih bagus jika aplikasi yang berbayar.
Apa saja yang kita tanyakan akan dijawab, apa lagi jika pertanyaannya lengkap. Setelah itu kita tinggal kompilasi dan edit, dan jadilah sebuah tulisan.
Satu jam sudah cukup untuk menulis sebuah tulisan bagus, kata Denny dengan bersemangat. Percakapan makin asyik karena menu makan sangat lengkap dan udara sangat dingin. Suatu kondisi yang jarang didapatkan di Jakarta.
Saya menyimak omongan Denny. Kini saya mulai faham mengapa ia menulis hampir setiap hari. Ia memanfaatkan teknologi baru bernama Ai, yang kini amat populer.
Kalau soal menulis saya sudah tahu Denny punya kemampuan yang luar biasa. Saya kenal Denny sejak lama, sejak empat puluh tahun lalu di Kelompok Studi Proklamasi. Kami pernah satu kontrakan bertahun tahun.
Sejak mahasiwa Denny JA memang dikenal sebagai penulis yang sangat produktif . Ia telah menulis ratusan judul buku termasuk buku puisi esai, dengan beragam tema mulai dari demokrasi, marketing politik, sastra, hingga agama. Keberhasilannya dalam menulis tidak terlepas dari dedikasinya yang tinggi dan kemampuannya untuk menghasilkan karya yang berkualitas.
Ciri khas Denny JA dalam menulis adalah gaya penulisannya yang lugas dan tajam, yang mampu membangkitkan emosi pembaca. Ia juga dikenal ahli dalam menyajikan kisah-kisah yang penuh dedikasi dan semangat. Selain itu, Denny JA sering mengangkat isu-isu sosial dan politik dalam karyanya, menjadikannya sebagai pengarang yang berpengaruh dalam menyuarakan kebenaran.
Denny JA juga dikenal sebagai seorang filantropis yang membantu dan menyokong para penulis dalam mencipta dan menyebarkan karya-karya mereka ke publik. Ini menunjukkan bahwa ia tidak hanya fokus pada karyanya sendiri tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan dan pengembangan sastra di Indonesia.
Kemampuan Denny JA untuk menulis begitu banyak karya berkualitas tinggi didukung oleh latar belakangnya yang kuat dalam sastra dan pengalamannya yang luas sebagai jurnalis, kritikus sastra, dan aktivis. Kombinasi dari semua faktor ini membuatnya menjadi salah satu penulis produktif di Indonesia.
Juni 2024 nanti akan ada pertemuan puisi esai di Sabah dengan sokongan penuh dari kerajaan Sabah. Saya tak tahu apakah Denny akan datang. Jika datang semoga saya ikut kembali sehingga tak hanya menyaksikan pertemuan penyair yang melibatkan penyair se ASEAN tapi juga menyaksikan kembali bagaimana seorang penulis menulis sebuah tulisan bagaikan kilat, bagaikan pelari cepat 100 meter.
Pondok Cabe Udik, 16 Mei 2024
Elza Peldi Taher. ***