Rinaldi Napitupulu: Hilirisasi Digital, Apakah Suatu Keniscayaan? (Bagian 1)
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 06 Februari 2024 07:42 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Teman saya satu sekolah seorang Prof bidang Ekonomi, kami bersama-sama di tahun 2014 mengerjakan proyek konsultasi untuk grup BUMN (yang menurut menteri BUMN adalah motor digitalisasi Indonesia).
Pada saat itu Prof mengenalkan kepada saya Teori Joseph Schumpeter 1942. Dalam teorinya Joseph Schumpeter mengatakan untuk meningkatkan produktivitas, perlu secara terus menerus dilakukan Creative Destruction (penghancuran kreatif), artinya adalah membongkar praktik praktik lama untuk membuka jalan bagi inovasi dan menciptakan sesuatu yang baru.
Sementara dasar atau prasyarat terjadinya Creative Destruction adalah (1) Inovasi (2) Persaingan (3) Kewirausahaan (4) Modal. Jika hal ini bisa dilakukan akan tercipta pertumbuhan ekonomi baru.
Baca Juga: Heru Budi Hartono: Revitalisasi Kali Ciliwung Hilir untuk Cegah Banjir
Apakah pemerintahan juga dapat atau perlu melakukan pembaharuan terus menurus? Kalau sebagai cara bekerja rasanya wajar, karena Pemerintahan juga tidak bisa terlepas dari upaya untuk memperbaiki.
Pertanyaan slogan baru seperti Hilirisasi Digital apakah merupakan wujud perubahan dari Creative Destruction? Dan bagaimana rupanya Hilirisasi Digital itu sendiri. Mudah-mudahan uraian dibawah bisa menjelaskan.
Sejalan dengan issue digitaliasi pemerintahan penulis menjadi teringat akan kesempatan menjadi Tenaga Ahli membantu salah satu Asisten Deputi suatu lembaga di tahun 2014 awal. Beliau tergelitik memikirkan upaya menciptakan Integrated Governmental ICT (TIK Terpadu Pemerintahan).
Baca Juga: Prabowo Subianto Ingin Wujudkan Cita-cita Jokowi Hilirisasi Semua Sektor
Sang jenderal bintang satu ini menyayangkan mengapa sering kali terjadi untuk satu obyek data, misal orang pra sejahtera, satu Kementrian/Lembaga memiliki data yang berbeda satu dengan lainnya.
Atau saya juga ingat sebagai satu upaya menjelaskan berapa kebutuhan beras, dalam salah satu rapat dengan beberapa instansi, Wakil Presiden sampai membawa rice cooker (penanak nasi). Tujuannya melakukan eksperimen, untuk mendapat gambaran yang lebih akurat kebutuhan beras.
Sebagaimana diketahui kebutuhan beras secara akurat sangat diperlukan guna menetapkan besarnya kebutuhan importasi beras jika ada. Dalam salah satu rapat yang dilakukan lembaga diatas, penulis pernah harus kembali ke rapat walaupun sudah berjalan sejauh 20 km.
Baca Juga: Jokowi Dikadali, Glen Ario Sudarto Mafia Nikel Ditangkap, Siapa Lagi Berikutnya
Hal ini terjadi karena unsur direktur suatu lembaga yang tupoksimya menyelaraskan perencanaan nasional, sementara direktur yang diundang hadir selaku direktur yang membidangi perencanaan infrastruktur IT Nasional, ternyata beliau belum berkenan menyampaikan jumlah biaya kebutuhan TIK Pemerintahan pertahun.