DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Alvian Fachrurrozi: Kejawen Modernis

image
Kejawen

Bagi Kejawen Tradisional, poligami mungkin merupakan privilege mutlak seorang laki-laki atau bahkan simbol kegagahan sebagaimana Sang Lelananging Jagat (Arjuna) yang beristri banyak dalam lakon pewayangan.

Tapi bagi Kejawen Modernis, poligami hanyalah sebentuk egoisme patriarki, yang alih-alih merupakan tindakan jantan, yang ada poligami hanyalah sebentuk kegagalan seorang laki-laki dalam memberi "pengayoman perasaan" kepada seorang perempuan.

Belum lagi banyak anak yang terlahir dari keluarga poligami itu sangat rentan sekali mengalami kekacauan mental dan psikologis sebagaimana anak-anak dari keluarga broken home.

Baca Juga: Cucu Presiden Jokowi, Jan Ethes Mengaku Ingin Jadi Presiden

Jadi setajam itulah perbedaan nilai-nilai yang  dipegang oleh kelompok Kejawen Tradisional dengan nilai-nilai yang dipegang oleh kelompok Kejawen Modernis.

Dalam sejarah pergerakan nasional perseteruan prinsip dari dua kelompok ini misalnya dapat kita lihat dari perseteruan sengit di dalam tubuh organisasi Boedi Oetomo.

Yakni, antara kubu Cipto Mangunkusumo (yang merupakan representasi Kejawen Modernis) yang mengusung spirit anti feodalisme, modernisasi Jawa, dan nasionalisme Indonesia dengan kubu Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat (yang merupakan representasi Kejawen Tradisional) yang kukuh mempertahankan tatanan feodal Jawa, nasionalisme bangsa Jawa, dan menolak pemikiran-pemikiran filsafat dari Barat.

Cipto dan Radjiman meski sama-sama seorang dokter, namun sangat bertolak belakang sekali dalam pemikiran dan sikap-sikapnya.

Baca Juga: Kepolisian Amankan Sopir dan Ajudan Istri Irjen Pol Ferdy Sambo

Cipto, sekalipun lahir dari keluarga bangsawan, tetapi kemudian menyempal dan memberontak dari pakem feodal ke-priyayi-annya.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita Terkait