DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Alvian Fachrurrozi: Kejawen Modernis

image
Kejawen

Pihak Kejawen Tradisional menganggap 2 hal itu adalah simbol keagungan budaya Jawa di masa silam.

Sementara pihak Kejawen Modernis menganggap semua itu hanyalah bentuk feodalisme yang seharusnya ditinggalkan di era zaman yang sudah semakin egaliter.

Bahkan juga menganggap legitimasi gelar-gelar keraton dan darah ningrat itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan spiritualitasnya orang Jawa.

Baca Juga: Hasil MotoGP Inggris: Bagnaia Juara, Peringkat 3 Klasemen

Karena toh banyak guru-guru spiritual yang dulunya mendapat "pencerahan purna" malah setelah menjauh dari keraton dan segenap embel-embel feodalismenya.

Contoh saja Mahavira Vardhamana, Siddhartha Gautama, Ki Ageng Suryomentaram, atau bahkan Jiddu Krishnamurti yang meninggalkan kerajaan (dalam tanda kutip) yang berupa organisasi spiritual internasional bernama Teosofi.

Kelompok Kejawen Modernis juga sangat menentang keras praktik poligami yang sebagaimana masyhur dilakoni oleh raja-raja Jawa atau kisah-kisah dalam lakon pewayangan.

Dalam hal ini kalangan Kejawen Modernis bersepakat dengan pandangan progresif dari kaum Kiri yang anti poligami karena merupakan bentuk hegemoni patriarkisme.

Baca Juga: Daebak! Psy dan Suga BTS Pecahkan Rekor di Youtube

Serta nurani kelompok Kejawen Modernis mampu untuk mendengarkan "tangisan batin" perempuan Jawa cemerlang bernama Kartini dari akhir abad 19 yang sekalipun sangat keras menyuarakan anti poligami, namun pada akhirnya juga tetap dikalahkan oleh hegemoni patriarkisme dan menjadi istri kesekian dari seorang bupati yang berpoligami.

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita Terkait