DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Minyak, Bisnis, dan Politik di Era Artificial Intelligence

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Hari ini, ladang-ladang minyak lepas pantai dikendalikan dari ribuan kilometer lewat sensor dan algoritma. Pemetaan reservoir dilakukan oleh jaringan neural.

Proyeksi harga minyak ditentukan oleh machine learning yang menganalisis geopolitik, cuaca, dan konsumsi global secara simultan.

Namun, pertanyaannya bukan hanya tentang efisiensi. Pertanyaannya adalah:

Baca Juga: Tentang Pemilu Curang, Efek Bansos, Sampai Hak Angket, Inilah Analisis Denny JA

Apakah dengan AI, kendali energi akan menjadi lebih demokratis—atau justru lebih terpusat kepada segelintir korporasi dan negara?

Ada masa ketika negara adalah aktor tertinggi. Tapi di abad ke-21, negara harus berbagi panggung dengan korporasi—terutama korporasi minyak.

Chevron pernah menolak keputusan pengadilan di Ekuador. ExxonMobil mempengaruhi regulasi iklim di Washington.

Baca Juga: Hilangnya Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024 dan Kisah 4 Presiden Menurut Analisis Denny JA

TotalEnergies menjadi penentu kebijakan luar negeri Prancis di Afrika. Dan kini, bahkan AI pun dikembangkan oleh mereka—bukan oleh pemerintah.

Kita hidup dalam dunia ketika “Big Oil” lebih besar dari sebagian besar negara.

Dan jika algoritma mereka kini mengatur produksi, distribusi, dan bahkan prediksi konflik, maka energi bukan hanya milik publik, tapi milik kapital. Dan kapital, tanpa etika, adalah iblis yang bersayap teknologi.

Baca Juga: Inilah Skenario Terbaik yang Bisa Diharapkan Indonesia dari Presiden Prabowo Subianto Menurut Analisis Denny JA

-000-

Halaman:

Berita Terkait