Catatan Denny JA: Petrodollar, Uang Kertas, Minyak, dan Tahta Amerika
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 16 Juli 2025 09:24 WIB

Minyak, Bisnis, dan Politik (11)
ORBITINDONESIA.COM - Pada pagi yang tenang di bulan Juni 1974. Di sebuah ruang marmer berpendingin di Riyadh, dua pria duduk berhadapan.
Satu mengenakan gamis putih bersih, sorban tersemat anggun di kepalanya. Yang satu lagi berkemeja gelap, dasinya kaku, wajahnya mencerminkan kegelisahan Washington.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Big Oil, Ketika Perusahaan Lebih Kuat Dibanding Negara
Mereka adalah Raja Faisal bin Abdulaziz dan Menteri Keuangan Amerika Serikat, William Simon.
Di tengah dunia yang terguncang oleh embargo minyak OPEC dan lonjakan harga yang melumpuhkan ekonomi Barat, keduanya sepakat diam-diam:
“Arab Saudi akan hanya menjual minyak dalam dolar Amerika. Sebagai gantinya, Amerika akan menjamin kelangsungan kerajaan dan melindungi keamanan regional.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mesiu dan Perang dari Ladang Minyak
Tak ada kamera. Tak ada deklarasi publik. Tapi dunia berubah hari itu.
Hari itu, dolar bukan lagi sekadar kertas yang dicetak Federal Reserve. Ia menjadi darah dari sistem energi global. Dan Amerika menjadi jantung yang memompanya.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Pertamina, dari Sumur Minyak Rakyat ke Rantai Global
Tiga tahun sebelumnya, 1971, Presiden Nixon menghentikan konvertibilitas dolar ke emas. Sistem Bretton Woods runtuh. Dunia kehilangan jangkar.