Esai Haji: Ziarah dalam Gelap, Tawaf Lelaki Buta di Depan Ka'bah
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 17 Juni 2025 11:02 WIB

Yang membuatku semakin tersentuh, di sekelilingku banyak orang berjalan dengan tubuh sempurna, bersama rombongan, saling menggenggam tangan erat-erat, seolah takut ada orang asing yang menyusup ke dalam barisan mereka. Tapi lelaki itu… ia sendiri. Tak ada yang memegangi tangannya. Tak ada yang melindunginya dari benturan bahu, atau menjaganya dari hilang arah.
Namun ia justru lebih tenang. Lebih tawadhu. Lebih tenteram.
Dalam gelap matanya, mungkin ia lebih terang dari kita. Dalam keterbatasan fisiknya, mungkin ia lebih utuh dalam keimanan. Di saat kita yang sehat sibuk mencari posisi terbaik untuk berswafoto, atau terganggu oleh sandal yang hilang, lelaki itu hanya berjalan... menuju Tuhan.
Baca Juga: RESMI, Ini Informasi Lengkap Besaran BPIH dan Bipih Tahun 2023 Tiap Embarkasi Haji Seluruh Indonesia
Ia tak bisa melihat Ka'bah, tapi mungkin ia bisa merasakan kehadiran-Nya jauh lebih dalam dari kita yang melek tapi lalai.
Saat itu aku seperti mendengar gema ayat yang turun ke hatiku: "Bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada." (QS. Al-Hajj: 46)
Betapa banyak dari kita yang datang ke Baitullah dengan mata yang terbuka, tapi hati yang tertutup. Betapa sering kita sibuk mencari simbol, tapi lupa mencari makna.
Baca Juga: Menag Nasaruddin Umar Minta Jemaah Calon Haji Hindari Aktivitas Tak Esensial Ketika di Mina
Aku membayangkan lelaki itu berjalan bukan dengan penglihatan, tapi dengan keyakinan. Ia menapak dengan iman, tidak dengan insting. Ia mungkin tak tahu ada berapa lantai di Masjidil Haram, tak tahu arah pintu King Fahd atau Bab Malik, tapi ia tahu satu hal: ia sedang berjalan menuju Tuhan.
Ia berjalan seperti para sufi berjalan dalam malam: tak perlu terang, asal hatinya menyala. Ia mungkin tak membaca buku tafsir atau hadits panjang lebar, tapi tubuhnya sendiri sudah menjadi kitab: kitab perjuangan, kitab ketekunan, kitab yang diam tapi dalam.
Ada sebuah syair dari sufi Persia yang seolah mengisahkan lelaki ini: “Aku buta dalam dunia, tapi mata hatiku membuka langit.” – Rumi
Baca Juga: Hampir Dua Juta Jemaah Muslim Dari Seluruh Dunia Memulai Ibadah Haji di Arab Saudi
Mungkin lelaki itu tak butuh penglihatan karena ia telah menemukan arah dalam hatinya. Mungkin ia tak peduli dengan kamera CCTV, lantai marmer mengkilap, atau jam elektronik di menara tinggi. Ia hanya ingin menyentuh Tuhan—dengan caranya sendiri.