DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Paus Baru di Era Artificial Intelligence

image
Ilustrasi (Istimewa)

-000-

Paus sebelumnya, Fransiskus, menulis Laudato Si’ (2015), sebuah ensiklik yang menggugah dunia akan krisis ekologi.

Ia menyebut bumi sebagai “rumah bersama yang terluka.” Ia menangis dalam diam saat hutan Amazon terbakar. Ia memperingatkan bahwa yang rusak bukan hanya pohon dan sungai, tapi kesadaran manusia atas makhluk ciptaan lainnya.

“Manusia telah bertindak seolah-olah ia pemilik segala sesuatu,” tulisnya. “Padahal manusia hanyalah penjaga.” Dunia mendengar.

Para ilmuwan, aktivis, bahkan umat non-Katolik menjadikan Laudato Si’ sebagai teks suci baru bagi ekologi global.

Namun kini, krisis baru datang. Bukan lagi hanya kabut karbon, tapi kabut algoritma.

Paus Leo XIV tahu, kecil kemungkinan ia akan menulis Laudato Si’ jilid dua. Akankah Paus baru menulis Veritas Machinae—tentang kebenaran dan mesin?

AI bukan hanya alat; ia telah menjadi kekuatan budaya baru. Ia mengatur ekonomi, pendidikan, bahkan relasi cinta. Ia mulai mendikte tafsir. Ia meniru suara manusia, menulis khotbah, mengucap doa.

Namun di balik kecanggihannya, tersembunyi bahaya yang halus: reduksi makna dan manipulasi atas nama efisiensi.

Paus Leo XIV dapat memulai dengan pertanyaan mendasar: apakah martabat manusia masih menjadi pusat di tengah kecerdasan buatan?

Halaman:

Berita Terkait