Catatan Denny JA: Sejarah Surat Cinta bagi yang Telah Tiada
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 23 Maret 2025 12:55 WIB

Tahlilan bukan semata ritual. Ia upaya manusia yang sedang terluka untuk tetap menyayangi. Sebab dalam Islam, sebagaimana dalam agama-agama lainnya, doa adalah bentuk cinta paling murni: tak terlihat, kadang tak bersuara, tapi sampai.
Namun, lebih dari sekadar menjaga hubungan yang telah ada, surat cinta bagi yang telah tiada juga membentuk kembali diri kita yang masih hidup.
Dalam setiap doa yang dipanjatkan, dalam setiap kenangan yang dihidupkan kembali, kita merajut ulang identitas kita.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama yang Berdampingan dengan Positive Psychology dan Neuroscience
Kita belajar untuk mencintai tanpa kehadiran fisik, untuk menghargai momen-momen kecil yang dulu terabaikan, dan untuk menemukan makna baru dalam hidup yang telah berubah.
Proses berkabung itu sendiri menjadi sebuah tarian cinta yang pahit namun indah. Ini sebuah pengakuan bahwa kehilangan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan, dan cinta sejati mampu bertahan melampaui batas duniawi.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menurunnya Peran Ulama, Pendeta, dan Biksu di Era Artificial Intelligence
Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika anak Adam wafat, maka amalnya terputus kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim No. 1631)
Doa kita kepada yang telah tiada bukan hanya tanda cinta, tapi juga hadiah.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Agama Sebagai Warisan Kultural Milik Kita Bersama
Hadiah yang membebaskan, menerangi, dan menemani.