Sejumlah Keuntungan Pemulangan Narapidana Asing ke Negara Asalnya Bagi Indonesia
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 30 Januari 2025 08:05 WIB
Perubahan predikat PBB itu menjadi capaian yang sangat memuaskan, mengingat Indonesia pernah berada pada titik terendah dalam penilaian PBB, yakni pada 2015, dengan kategori unfair trial (persidangan yang tidak adil) di dunia.
Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga bisa mendapatkan keuntungan lain dari kebijakan pemindahan napi asing, yakni berkurangnya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagaimana diketahui, sepanjang seorang napi masih ditahan dalam lembaga pemasyarakatan (lapas), seluruh kebutuhan hidupnya akan ditanggung oleh negara. Pada 2023, dana APBN yang digelontorkan untuk kebutuhan makan para napi mencapai sekitar Rp2 triliun.
Baca Juga: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Beri Remisi Khusus kepada Belasan Ribu Narapidana
Anggaran tersebut belum termasuk dana untuk kebutuhan lainnya antara lain seperti perawatan, pendidikan, pengajaran, hingga kegiatan rekreasi. Maka dari itu dengan memulangkan napi asing, beban berbagai kebutuhan tersebut akan ditanggung oleh negara asalnya dan tidak lagi menjadi kewajiban pemerintah Indonesia.
Begitu pula dengan permasalahan kepadatan lapas yang selama ini dihadapi Indonesia, di mana kapasitas 531 lapas dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia tercatat sebanyak 140.424 orang.
Sementara itu, per September 2024, jumlah napi dan tahanan secara keseluruhan mencapai 273.390 orang, sehingga terjadi kelebihan jumlah tahanan dan napi dibandingkan lapas maupun rutan sebanyak 132.966 orang atau 94,68 persen.
Dengan demikian, kebijakan pemulangan napi asing sedikit banyak akan mengurangi kepadatan lapas karena berkurangnya penghuni penjara.
Dari segi hubungan diplomatik, proses hukum pemindahan napi antarnegara berpotensi membangun rasa saling percaya di antara kedua penyelenggara negara.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menilai bagi negara yang demokratis dan lebih kaya, penyelenggara negaranya akan lebih diuntungkan dengan kebijakan itu karena desakan pertukaran napi dari dalam negeri mereka akan berkurang.
Oleh karenanya, keadaan tersebut memungkinkan negara yang lebih kaya bersikap lebih toleran atas berbagai problematika pembangunan dari negara sedang berkembang. Dengan begitu, sepanjang proses pemindahan napi dilakukan secara prosedural, maka kebijakan tersebut dapat dibenarkan.