Romli Atmasasmita, Perumus UU Tipikor dan KPK Dorong Transparansi Penggunaan Dana Hasil Sitaan Korupsi
- Penulis : M. Ulil Albab
- Jumat, 24 Januari 2025 06:15 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Salah satu anggota perumus UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Romli Atmasasmita, mendorong adanya transparansi dari penggunaan dana hasil sitaan korupsi selama ini di Indonesia.
Romli Atmasasmita, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran ini mengungkapkan, dalam pengamatannya selama 25 tahun penerapan undang-undang anti korupsi di Indonesia, belum pernah ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai penerimaan dan penggunaan dana hasil sitaan tindak pidana korupsi, selain keterangan tiap tahun mengenai penyitaan dana hasil korupsi oleh KPK, kejaksaan, hingga kepolisian.
"Ini jadi pertanyaan saya selama 25 tahun ini. Sampai sekarang saya tidak pernah mendengar Menteri Keuangan sebagai kasirnya negara mengumumkan pada publik, sudah terima sekian dari kejaksaan, dari KPK lalu penggunaannya untuk apa hasil sitaan itu, untuk pos anggaran ke Bansos, BPJS, atau lainnya," kata Romli Atmasasmita di Kampus Unpad Bandung, Kamis, 23 Januari 2025.
Baca Juga: Hasto Kristiyanto Ajukan Praperadilan Melawan KPK, Sidangnya Digelar 21 Januari 2025
Menurut Romli, hal ini harus dilakukan karena dana hasil sitaan tindak pidana korupsi selama 25 tahun jika dikumpulkan mungkin bisa membuat Indonesia tidak perlu berutang ke luar negeri.
Lebih lanjut, dia melihat bahwa hal ini perlu menjadi perhatian dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ke depan sehingga didapatkan hasil yang positif utamanya persepsi publik pada negara, karena rakyat pun mengetahui dana tersebut ke mana.
"Ini harus menjadi perhatian pemerintah Pak Prabowo ke depan agar mempertanyakan ini kepada kejaksaan, KPK, juga kepada Menteri Sri Mulyani untuk menjelaskan uangnya ini untuk apa, sehingga rakyat pun tahu ternyata uang kita itu dipakai untuk apa," ujarnya.
Baca Juga: KPK Apresiasi Kritik Megawati Soekarnoputri tentang Penanganan Kasus Korupsi Besar
Dalam undang-undang yang disusunnya, Romli mengakui memang belum tercantumkan kewajiban tersebut belum tercantumkan terkait masalah keuangan ini, termasuk soal keterbukaan informasinya, namun ada amanat untuk melibatkan peran serta masyarakat.
"Yang ada peran serta masyarakat. Jadi melalui LSM yang merupakan kontrol sosial. Tapi sekarang tampaknya fungsi itu tidak berjalan karena juga ada masalah di LSM-nya yang memiliki agenda-agenda tertentu," tuturnya.
Karenanya ke depan, Romli menekankan perlunya ada revisi secara matang Undang-Undang Pemberantasan Tipikor yang sudah diusulkan pemerintah dan disetujui DPR masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) saat ini.
Baca Juga: Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto Konfirmasi Penuhi Panggilan Penyidik KPK
"Harus juga termasuk keterbukaan itu," ucapnya.
Selain UU Tipikor, mantan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan, Departemen dan Hukum dan Perundang-undangan (1998-2000) dan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan HAM (2000-2002) ini juga mendorong revisi UU KPK.
Khususnya soal Dewan Pengawas KPK yang seharusnya berada di luar dari struktur organisasi KPK, serta tidak adanya kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas KPK.
Baca Juga: Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto Enggan Berkomentar tentang Pemeriksaan KPK
"Dewas itu di dalam struktur organisasi KPK. Bagaimana bisa bergerak, anggaran saja dari KPK, ini masalah. Lalu kemudian kewenangan, di dalam undang-undang KPK tugasnya ada, kewenangan enggak punya karena tidak diatur. Bayangkan tugasnya ngawasin rumah tapi tidak ada kewenangan menangkap maling. Ini masalah kita. Jadi undang-undang KPK perlu kita ubah, dewas keluar, jadi lembaga eksternal saja, sehingga lebih leluasa memeriksa," tuturnya.***