Begini Perkembangan Terkini Suriah Usai Presiden Bashar Assad Terguling
- Penulis : Mila Karmila
- Minggu, 22 Desember 2024 05:33 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Semenjak milisi Suriah menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad pada 8 Desember 2024, pasukan Israel menggencarkan serangan ke negara itu dan menerobos masuk wilayah yang sebelumnya merupakan zona demiliterisasi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada awal Desember menyatakan bahwa perjanjian tentang pemisahan pasukan Israel dengan Suriah di Dataran Tinggi Golan sudah tidak berlaku dengan alasan bahwa militer Suriah telah meninggalkan posisinya pascapenggulingan rezim Assad.
Lantas bagaimana kondisi terkini terkait Suriah yang saat ini dipimpin oleh pemerintahan sementara?
Baca Juga: Pasca Jatuhnya Assad, Pasukan Rusia Tetap Beroperasi di Pangkalan Udara Khmeimim, Suriah
1. Reformasi ekonomi
Pelaksana tugas Menteri Perdagangan Suriah Maher Khalil al-Hassan mengatakan pemerintah sementara Suriah memiliki cadangan strategis barang-barang kebutuhan pokok yang cukup untuk lima hingga enam bulan ke depan.
Hassan mengatakan otoritas berencana merevisi peraturan dan mengurangi pajak impor guna merevitalisasi pasar domestik.
Baca Juga: Mahmoud Afandi: Suriah Akan Terpecah Menjadi Beberapa Zona yang Dikendalikan Kekuatan Asing
Menurutnya, pendekatan ekonomi yang bebas dan pencabutan pembatasan terhadap komoditas penting tertentu akan membantu menurunkan biaya.
Pemerintahan sekarang sedang mempertimbangkan serangkaian reformasi, termasuk kenaikan upah hingga 400 persen dan penghapusan dukungan pemerintah terhadap sejumlah barang strategis, guna meliberalisasikan ekonomi serta meredam pengambilan untung yang berlebihan.
2. Keterlibatan Uni Eropa
Baca Juga: 12 Kuburan Massal Ditemukan di Suriah Selatan, Diduga Peninggalan Rezim Bashar Assad
Ketua Dewan Eropa Antonio Costa mengatakan Uni Eropa (EU) akan meningkatkan keterlibatan diplomatik di Suriah pascapemerintahan Assad. EU sudah melakukan kontak dengan pihak-pihak terkait di lapangan, otoritas baru dan pihak lainnya di kawasan serta akan meningkatkan kehadiran diplomatiknya di Damaskus.
Dia menekankan bahwa EU bertujuan "menjaga kedaulatan Suriah dan memastikan hak asasi warga dihormati". Costa mengatakan kelompok negara Eropa itu sedang mengirimkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan di Suriah.
Ketua Komisi EU Ursula von der Leyen mengatakan Eropa akan memainkan perannya mendukung Suriah saat negara itu menjalani masa kritis menuju pemerintahan baru dan berbeda setelah 13 tahun mengalami perang saudara.
Baca Juga: Uni Eropa, Kaja Kallas: Tidak Ada Lagi Tempat Bagi Ekstremisme, Rusia, Iran pada Masa Depan Suriah
Menurutnya, Uni Eropa merupakan donor terbesar Suriah dan untuk tahun ini saja telah memberikan "bantuan kemanusiaan lebih dari 160 juta euro (sekitar 2,7 triliun rupiah).
3. Penempatan pasukan AS
Markas besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengatakan ada 2.000 tentara AS yang sedang ditempatkan di Suriah, lebih dari dua kali lipat dari jumlah yang diakui sebelumnya.
Baca Juga: Presiden Vladimir Putin: Rusia Telah Membantu Evakuasi 4.000 Pejuang Iran dari Suriah
Juru bicara Pentagon, Mayjen Pat Ryder, menyebutkan bahwa 900 tentara ditempatkan di Suriah untuk jangka panjang guna membantu operasi melawan ISIS.
Sebanyak 1.100 tentara sisanya, kata Ryder, dikerahkan untuk sementara guna membantu "memenuhi persyaratan misi yang sewaktu-waktu berubah" dalam perang melawan ISIS. Pasukan tersebut sebagian besar terdiri dari pasukan konvensional dan pasukan operasi khusus dari Angkatan Darat AS.
4. Desakan PBB
Baca Juga: Tentara Israel Tembaki Warga Suriah yang Memprotes Desanya Direbut
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak Israel untuk menghentikan pelanggaran terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Suriah.
Guterres mengecam serangan udara ekstensif Israel di Suriah yang ditujukan untuk menghancurkan persenjataan strategis dan infrastruktur militer. Ia juga mengecam masuknya pasukan Israel ke dalam zona demiliterisasi antara Suriah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Lebih lanjut, Guterres menekankan Israel dan Suriah harus menjunjung tinggi ketentuan-ketentuan di dalam Perjanjian Pemisahan 1974 (1974 Disengagement of Forces Agreement), yang masih berlaku sepenuhnya. ***