DECEMBER 9, 2022
Kolom

Tolak Kenaikan PPN: Saatnya Kebijakan Kreatif untuk Indonesia Lebih Baik

image
Ilustrasi kenaikan PPN dan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi nasional (Foto: PPA&K)

PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen untuk barang kebutuhan pokok strategis seperti tepung terigu dan minyak goreng curah; 

Bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan untuk 16 juta masyarakat di desil 1 dan 2; 

Diskon tarif listrik sebesar 50 persen selama Januari hingga Februari 2025; dan insentif untuk sektor usaha, termasuk PPh final UMKM 0,5 persen. 

Baca Juga: Sekjen BPP Hipmi Otomotif Hasstrianyah: Pembebasan Pajak Impor Bisa Buat Harga Kendaraan Listrik Terjangkau

Paket ini dirancang untuk meredam tekanan inflasi akibat kenaikan PPN dan mendukung daya beli masyarakat yang rentan.

Namun, jika tidak ada kenaikan PPN, pengeluaran stimulus Rp445,5 triliun itu  tidak diperlukan, sehingga efisiensi anggaran dan keberlanjutan APBN bisa tercapai lebih kuat. 

Dalam konteks ini, kebijakan kenaikan PPN tampaknya kurang tepat dilakukan di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh.

Baca Juga: Tentang Pajak Penghasilan, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Ajak Masyarakat Segera Laporkan SPT 2023

Mengapa Tolak PPN Ini Penting

Petisi yang ditandatangani oleh ratusan ribu warga tidak hanya menjadi alat protes, tetapi juga representasi aspirasi publik yang mendesak. 

Tingginya jumlah tanda tangan dalam bit.ly/pajakmencekik menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan PPN tidak diterima oleh sebagian besar masyarakat. 

Baca Juga: Dirut Arsal Ismail: PT Bukit Asam Setor Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp4,2 Triliun ke Kas Negara pada 2023

Banyak warga merasa bahwa pemerintah cenderung memilih jalan yang "mudah" untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat.

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait