Puisi Denny JA: Nasionalisme di Era Algoritma
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 14 Oktober 2024 17:04 WIB
Ia, Darta, hidup di era digital yang tanpa batas.
Ia melihat dunia berbaur menjadi satu,
di antara pixel, kode, dan bising algoritma.1
Dalam riuh suara global yang tumpang tindih,
tanah airnya bagai nada dasar yang terus bergema,
nada yang tak terhapus.
Darta juga terheran:
“Di jantung algoritma yang tanpa rimba,
mengapa cintaku pada tanah air tetap berakar,
seperti embun pada daun yang enggan jatuh,
meski musim berganti dan waktu tak mengijinkannya."
Baca Juga: Puisi Denny JA: Pesan yang Dibawa Seekor Burung yang Hinggap di Pundakku
Dunia digital mencairkan batas negara,
tapi tanah air bukan sekadar garis di peta;
ia ikatan yang merasuk jiwa,
melekat erat di setiap rasa.
Bahasa digital meleburkan segala suara,
tapi bahasa nasional bukan sekadar kata;
ia gema dalam dada,
jejak identitas yang kita bawa.
Di hatinya, tumbuh warna tanah yang tak tergantikan,
identitasnya berpadu dalam cinta yang tak kasat mata,
menjadi akar yang tak tampak namun kuat.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Kulihat Raksasa Itu Tumbang
Sekarang, ia bicara dengan bahasa algoritma,
namun hatinya tetap bernada Indonesia.
Informasi memang tak mengenal batas.
Sinyal mengaburkan jarak.
Tapi cinta tanah air tetap tumbuh dalam senyap.
Sejarah memberinya memori.
Negara memberinya identitas.
Tanah air memberi rumah untuk pulang.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Dilema di Tanah Asing
Bali, 14 Oktober 2024 ***