Pakar Militer Nidal Zahwi: AS dan Barat "Melemahkan" Kemampuan Tentara Lebanon Hingga Sulit Melawan Israel
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 06 Oktober 2024 13:49 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat selama bertahun-tahun telah mengendalikan persenjataan dan perkembangan tentara Lebanon, membatasi segala peluang untuk pengembangan teknologi dan kemampuan tempur mereka, kata pakar militer Lebanon, Nidal Zahwi kepada Sputnik.
Akibat pengendalian itu, tentara Lebanon tidak mampu melawan agresi Israel dan tidak melibatkan diri dalam kontak tempur, kata Nidal Zahwi menambahkan.
"Secara historis, tentara Lebanon sangat kurang persenjataan, dan hal ini disebabkan oleh ketergantungan pada kekuatan persenjataan Barat. Barat selalu mencegah penguatan tentara agar tidak mampu mempertahankan kedaulatannya, terutama melawan Israel," ujar Nidal Zahwi yang berpangkat kolonel dalam ketentaraan Lebanon.
"Ketergantungan itu lebih kuat daripada hubungannya dengan pemerintah Lebanon. Para tentara dan perwira Lebanon ingin membela tanah air mereka, tetapi mereka tidak memiliki pesawat maupun pertahanan udara, sehingga mereka terpaksa tetap diam di tempat mereka," ujar Zahwi, mencatat bahwa angkatan bersenjata Lebanon saat ini sebagian besar menjalankan tugas di dalam negeri, membantu kepolisian Lebanon.
Menurut pakar tersebut, AS menutup semua peluang tentara Lebanon untuk meningkatkan kekuatan angkatan darat dan udara, karena sekutu strategis mereka adalah Israel, dan mereka berkepentingan untuk meminimalkan ancaman terhadap Israel.
Posisi ini berkaitan dengan kepentingan strategis di Timur Tengah, sehingga Washington berperan sebagai penjamin keamanan Israel di wilayah tersebut.
Baca Juga: Liga Arab Adakan Pertemuan Darurat di Kairo Mesir, Bahas Serangan Israel ke Lebanon
"Secara khusus, krisis ekonomi yang diprovokasi oleh AS pada 2019 juga menjadi alasan pelemahan lebih lanjut terhadap tentara. Pihak berwenang mencoba beralih ke Rusia atau Iran untuk mempersenjatai tentara, tetapi tentara kekurangan dana dan kini tidak mampu membeli komponen serta merawat peralatan dan persenjataannya," jelas Zahwi, menjawab mengapa pihak berwenang Lebanon tidak membeli senjata dari negara lain.
Berbicara mengenai gengsi profesi militer di Lebanon, kolonel purnawirawan ini menjelaskan bahwa tentara dan perwira dulu sangat dihormati oleh masyarakat dan mendapat beberapa manfaat sosial.
"Tetapi dari sudut pandang kehidupan, menjadi tidak menguntungkan untuk bertugas. Jika sebelum krisis saya menerima gaji 3.500 dolar AS (sekitar Rp54,6 juta) di posisi saya, sekarang hanya 300 dolar AS (sekitar Rp4,6juta), dan karena itu para perwira meninggalkan tentara untuk mencari pekerjaan lain," ujarnya.
Baca Juga: Uni Emirat Arab Luncurkan Bantuan Senilai Rp 1,5 Triliun untuk Lebanon, Kirim Pesawat Bantuan Medis
Menurut pakar tersebut, AS meyakini bahwa tentara Lebanon adalah bagian dari kelompok pasukan Timur Tengah mereka, dengan salah satu pangkalan AS terbesar di Mediterania terletak di wilayah Hamat di Lebanon utara.