Catatan Denny JA: Negaraku Hilang, Kekasihku Sirna
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 23 September 2024 08:18 WIB
Tahun 1998,
angin reformasi menyapu tanah air.
Soeharto jatuh,
pintu pulang terbuka,
dan di hati Asnavi,
harapan terakhir bersinar kembali,
mungkinkah janji yang tertinggal di masa lalu bisa ditebus?
Namun, kabar yang datang adalah hujan es.
Menyakitkan,
Nirmala sudah menikah.
Ketika Asnavi sampai di Cianjur,
rumah-rumah yang dulu dikenalnya kini asing,
tak ada lagi burung riang yang terbang di atas kepala mereka,
tak ada lagi kelopak bunga yang dulu berpelukan.
Di depan pintu,
dengan mata yang penuh air, Nirmala berkata,
"Dulu aku menunggumu,
tapi kabar tak pernah datang.
Cinta itu tetap kusimpan,
tapi aku punya dua anak kini,
mereka butuh ayahnya."
Baca Juga: Swary Utami Dewi: Catatan Politik Kebinekaan untuk Bang Trisno S. Sutanto.
Asnavi diam.
Hanya hatinya yang berbicara,
namun tak ada kata yang keluar.
Cinta mereka tak pernah hilang,
tapi waktu telah menguburnya dalam-dalam,
seperti negara yang dulu ia perjuangkan,
kini tinggal bayangan di balik tirai yang menutupi sejarah.
Asnavi kembali ke Praha,
niat hidup kembali di tanah air,
ia urungkan,
dan di antara salju yang turun tanpa janji,
ia sadar,
perih itu bukan hanya karena dingin.
Perih itu adalah luka yang tak pernah sembuh,
hilangnya negara,
hilangnya kekasih,
dua sayap yang patah dalam badai waktu.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Di Kereta Itu, Tak Ditemukannya Sepasang Mata Bola
Cinta tak pernah salah,
bisiknya,
tapi waktu,
dialah yang memutuskan segala.
Jakarta, 23 September 2024 ***
CATATAN
Baca Juga: Catatan Denny JA: Revolusi Kreativitas Bersama Artificial Intelligence (1)
(1) Diinspirasi tapi ditambahkan fiksi, dari kisah mahasiswa Indonesia tahun 1960-an, karena prahara politik dalam negeri, tak bisa pulang: Anwar Poernama