Gratifikasi dalam Perspektif Fikih Islam
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 11 September 2024 02:06 WIB
KPK sendiri sebelumnya berniat mengklarifikasi soal private jet kepada Kaesang. Tapi belakangan, niat tersebut melemah. Bahkan kemudian KPK membatalkan rencana mengklarifikasi terhadap Kaesang.
"Sebagaimana kita ketahui sudah ada laporan masuk, bahwa saat ini fokus penanganan isu terkait gratifikasi saudara K (Kaesang) difokuskan di proses penelaahan yang ada di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 4 September 2024.
Sejatinya, klarifikasi terhadap Kaesang akan dilakukan oleh Direktorat Gratifikasi KPK. Namun, Tessa mengatakan KPK kini akan fokus menelaah laporan dari masyarakat dan meninggalkan rencana undangan klarifikasi kepada Kaesang di Direktorat Gratifikasi.
Baca Juga: Presiden Korsel Yoon Suk-yeol Dituding Tutupi Kasus Dugaan Gratifikasi Istrinya Kim Keon Hee
Masalahnya, KPK sekarang -- KPK sudah tidak independen lagi. KPK kini berada di bawah Presiden. Seperti halnya Kepolisian, Kehakiman, dan Kejaksaan. Apakah KPK sebagai "bawahan presiden" berani menuduh Kaesang menerima gratifikasi?
Menanggapi posisi KPK yang di bawah Presiden itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Pujiyono, menyatakan KPK yang merupakan simbol perlawanan terhadap tindak pidana korupsi yang diandalkan harus bisa bersikap tegas. KPK harus punya keberanian untuk melakukan pemeriksaan. Sehingga klarifikasi terhadap Kaesang diperlukan karena kasus tersebut menyangkut kepentingan publik.
"Saya berharap KPK sebagai simbol perlawanan tindak korupsi yang selama ini kita andalkan, ya tidak seakan-akan seperti ini. Satu pimpinan mengatakan akan diperiksa, lalu pimpinan lain menganulir. Harus ada sikap keberanian biar publik juga tahu karena apa pun yang dilakukan, kalau betul itu gratifikasi dan benar seperti itu. Itu kan tidak etis," kata Pujiyono kepada wartawan, Jumat, 6 September 2024
"Kita pertama menempatkan secara proporsional dalam konteks, kita tidak melihat Kaesang-nya ya, tetapi dari substansi hukum. Kalau kita bicara hukum apakah Kaesang itu sebagai subjek, dalam hal ini menjadi subjek pelaku tindak pidana gratifikasi atau tidak, kalau di undang-undang memang tidak, tetapi harus kita lihat bahwa kenapa kalau misalnya betul dia dapat gift dari pihak lain itu karena apa? Bukan karena dia, tetapi adalah barangkali melihat siapa dia, anaknya siapa, saudaranya siapa, kan begitu artinya," sambung Pujiyono.
Apa yang dikatakan Prof. Pujiyono benar. Kaesang sebagai pribadi dan pengusaha, no body. Tapi sebagai anak presiden Kaesang adalah some body.
Kaesang punya pengaruh sebagai "anak kandung" Presiden. Pengaruh itu dalam "social and economic business" harganya mahal. Karena itu, kasus private jet tersebut merupakan bentuk perdagangan pengaruh tersebut.
Dalam konteks ini, mungkin pasal gratifikasi, masih debatable. Tapi dalam transaksi pengaruh, jelas tak bisa diperdebatkan lagi.