Denny JA Lesehan Menonton Kabaret Transpuan di Yogyakarta
- Penulis : Krista Riyanto
- Minggu, 08 September 2024 07:31 WIB
Penonton datang bukan hanya untuk melihat glamornya para penampil. Mereka juga merayakan keberagaman gender. Thailand telah menjadi tempat yang lebih ramah untuk para transpuan.
Kabaret transpuan di Thailand berhasil memadukan hiburan dan penghormatan kepada identitas gender yang berbeda. Ia juga memosisikan diri sebagai salah satu atraksi budaya yang utama.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Di Kereta Itu, Tak Ditemukannya Sepasang Mata Bola
Menonton kabaret, baik di Yogyakarta maupun di Thailand, membuat saya menyadari bahwa bagi para transpuan, kabaret bukan hanya sekadar bisnis pertunjukan. Kabaret menjadi forum pernyataan identitas.
Ini sebuah panggung di mana mereka bisa menampilkan diri yang sejati. Di atas panggung, mereka bisa melepaskan beban norma sosial yang mengungkung. Mereka justru merayakan identitas transpuan dengan penuh kebanggaan.
Setiap tarian, setiap gerakan di atas panggung itu deklarasi bahwa mereka ada, mereka diakui, dan mereka diterima oleh penonton yang mendukung.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Revolusi Kreativitas Bersama Artificial Intelligence (1)
Namun, ketika saya membandingkan kedua pertunjukan tersebut, dengan kabaret asli di Eropa, ada satu elemen yang terasa absen. Tak hadirnya satire dan kritik sosial di sela-sela lagu dan tarian.
Kabaret klasik di Eropa, terutama di Weimar Republic pada 1920-an, tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga media untuk menyampaikan kritik sosial yang tajam. (1)
Mereka memakai satire untuk menyapa dan mengkritik pemerintah, kebijakan politik, dan kemerosotan moral masyarakat waktu itu. Namun acapkali kritik itu disampaikan secara humoris.
Baca Juga: Paus Berkati Lukisan Karya Denny JA Tentang Paus Fransiskus Membasuh Kaki Rakyat Indonesia
Sebenarnya ada peluang bagi seniman transpuan di Yogyakarta untuk memakai kabaret ini sebagai alat kritik sosial yang lebih kuat. Misalnya mereka menyelipkan komentar isu lokal seperti ketidaksetaraan gender, diskriminasi, atau bahkan politik nasional.