Energi Fosil Versus Energi Terbarukan: Sisi Ekonomi dari Gerakan Ekologi dan Green Religions
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 18 Agustus 2024 11:29 WIB
Institusi Katolik memiliki lembaga ekonomi yang sangat kuat, dengan banyak saham di berbagai industri.
Angka yang dilaporkan sangat mengejutkan. Gerakan divestasi ini, yang menarik investasi dari berbagai perusahaan berbasis fosil, jika digabungkan menjadi satu, angkanya mencapai total 14,5 triliun Dolar AS. Fantastis!!
Itu setara dengan 200 ribu trilyun Rupiah!! Semoga media itu tak salah tulis soal angka ini.
Baca Juga: Orasi Denny JA: Mundurnya Joe Biden dan Kemungkinan Presiden Perempuan Pertama di Amerika Serikat
Sudah sebesar itu uang yang ditarik dari berbagai industri berbasis fosil. Ini adalah gerakan keagamaan pro-lingkungan hidup, tetapi dengan bobot bisnis yang besar.
Namun, gerakan ini BISA dikritik oleh realisme data. Kritiknya sederhana: jika gerakan ini berhasil melumpuhkan industri berbasis fosil, kehidupan manusia di Bumi justru akan lumpuh.
Mengapa? Karena saat ini manusia di Bumi membutuhkan total energi sebesar 580 juta tera joules untuk menjalani kehidupan seperti sekarang, dengan listrik yang dapat digunakan selama 24 jam.
Baca Juga: ORASI DENNY JA: Katakan dengan Lukisan
Sementara itu, energi terbarukan baru mampu menghasilkan 15% dari total kebutuhan energi tersebut.
Data ini menunjukkan jika terjadi gerakan tiba-tiba, sim sala bim, yang menghentikan semua energi fosil, kita justru akan menderita. Itu karena energi terbarukan belum sanggup mensuplai kebutuhan energi kita saat ini.
Misalnya, apakah kita bisa tak menggunakan listrik 24 jam, tapi sehari cukup 15 persen saja: 4 jam sehari. Apakah kita bisa tidak menggunakan HP 16 jam sehari, tapi dibatasi 15 persen saja: 3 jam sehari. Itu karena energi terbarukan baru mampu memberikan 15 persen dari kebutuhan kita.
Inilah sebabnya mengapa bisnis yang tetap menggunakan fosil tidak bisa dihindari dan harus berlanjut, tetapi tentu saja dengan perencanaan yang matang.