Tafsir Humanis Ibadah Kurban: Respon atas Esai Denny JA soal Kurban Hewan di Era Animal Right
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 05 Agustus 2024 08:48 WIB
Apalagi, limbah kotoran hewan dan darahnya itu malah banyak dibuang ke selokan atau dibersihkan di sungai. Tambahan pula penggunaan kantong-kantong plastik untuk wadah daging kurban sangat membahayakan kesehatan selain juga merusak ekosistem.
Penting diketahui, pembuangan limbah hewan kurban berdampak buruk bagi lingkungan. Salah satunya menyebabkan penyakit menular seperti Hepatitis, Tifus, dan Penyakit Mata dan Kuku (PMK). Bahkan, sangat potensial merusak ekosistem yang ada di sungai.
Apalagi terjadi cukup masif sehingga mengakibatkan dampak yang sangat luas. Selain itu, sektor peternakan juga turut berkontribusi menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang cukup signifikan dan berdampak terhadap pemanasan global, yang pada gilirannya mendorong laju perubahan iklim lebih cepat. Salah satu material emisi GRK yang dihasilkan oleh ternak sapi yaitu gas metana (CH4).
Masalah lain terkait higienitas pengelolaan daging kurban. Petugas penyembelihan harus memastikan daging yang dibagikan itu aman dikonsumsi demi mencegah penularan penyakit.
Perlu dipahami bahwa membekukan daging tidak membunuh bakteri tetapi hanya memperlambat pertumbuhannya saja. Oleh karena itu, menurut saya, sebaiknya melakukan penyembelihan di Rumah Potong Hewan (RPH). Lalu, menitipkan pembelian, penyembelihan, dan pendistribusian hewan kurban kepada lembaga yang dipercaya dan memenuhi syarat.
Betul bahwa membagikan daging kurban menyenangkan dan menggembirakan sesama, paling tidak sekali setahun. Namun menurut saya, jika memang berniat berkurban untuk menyenangkan dan membantu sesama, sebaiknya ibadah kurban dikelola sedemikian rupa agar manfaatnya dirasakan lama dan lebih berdaya guna.
Baca Juga: Opini Denny JA: JAKARTA MENANGIS
Menyadari betapa pelik dan rumit serta potensi risiko yang besar dalam proses penyembelihan hewan kurban, mungkin tidak terlalu salah jika saya menyimpulkan bahwa sudah waktunya umat Islam menawarkan tafsir baru yang lebih rasional dan lebih humanis. Bukankah agama diturunkan sepenuhnya untuk kemaslahatan manusia?
Sekali lagi, perlu saya tekankan, ibadah kurban sangat mulia karena dimaksudkan berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Masalahnya, jika yang dibagikan itu berupa daging kurban, rasanya kurang bermanfaat. Sebab, hanya dapat dinikmati dalam waktu yang tidak lama.
Lagi pula, tidak semua orang mengonsumsi daging, seperti bayi, lansia, kelompok vegan serta mereka yang mengidap penyakit tertentu.
Baca Juga: OPINI Denny JA: Mengapa Membatasi Usia Capres dan Cawapres Maksimal 65 Tahun adalah Kesalahan Fatal?
Bukankah lebih bermanfaat jika berkurban dalam wujud lain? Misalnya, dalam bentuk paket makanan bergizi, seperti lauk daging yang berkualitas untuk murid-murid sekolah, dana beasiswa pendidikan, biaya pengobatan atau perawatan kesehatan, biaya pelatihan kerja, biaya perawatan kelompok rentan: lansia, disabilitas dan anak-anak terlantar, serta untuk pemenuhan hak-hak kelompok tertindas, seperti pengungsi, korban gempa bumi, korban KDRT dan berbagai kekerasan lainnya.