DECEMBER 9, 2022
Kolom

Yang Bukan Kritikus Seni Rupa Boleh Ambil Bagian: Sebuah Pengantar Buku Pameran Lukisan Bantuan AI dari Denny JA

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

“Wajah Ibu Teresa, di beberapa lukisan di sini, banyak ragamnya. Bahkan wajah pelukis Affandi, yang memiliki gaya aut-autannya, detailnya juga hilang.”

“Tentu saja hal ini disengaja oleh Denny JA. Sebab aplikasi AI sebenarnya mampu mengeluarkan detail wajah seseorang. Tapi Denny tidak melakukannya, atau tidak memilih aplikasi berintelejen untuk mengeluarkan guratan wajah seseorang.”

“Saya menduga, lukisan Denny JA di Mahakam 24 Residence ini tidak ditekankan pada detail wajah atau obyek lain di lukisan itu. Denny JA lebih mengutamakan pada pesan yang ingin disampaikannya melalui rangkaian gambar yang dipilihnya.”

“Misalnya, Denny JA mengontraskan wajah Presiden Amerika Serikat pertama dengan Presiden Amerika Serikat di masa depan, berupa wajah robot. Titipan pesan yang dikatakan: seorang Presiden di masa depan bisa jadi berupa unit robot pintar.”

“Kepemimpinan di masa itu tidak perlu lagi melihat ideologi, atau partai, atau kepopuleran seorang tokoh. Yang penting adalah efektivitas pemimpin membuat kebijakan publik, yang bermanfaat untuk semua pihak di negara itu, dan negara menjadi makmur.”

4. Mengajukan pertanyaan dan mengundang diskusi

Mengajukan pertanyaan retoris atau mengajak pembaca untuk berpikir lebih dalam tentang elemen-elemen karya seni bisa memicu refleksi dan diskusi, membuat ulasan lebih interaktif.

Ketika melihat lukisan seorang ibu menggendong bayi, tapi itu bayi robot dengan artificial intelligence, ia membahasnya seperti ini:

“Kevin bertanya kepada sang Ibu, 'Tidakkah kamu takut bahwa bayi AI kamu, suatu saat akan mengkhianati kamu, dan malah mengambil alih kontrol atas umat manusia?' dan Ibu itu hanya tersenyum.”

“Kemudian, Einstein bergabung dalam diskusi. Dia mengutip Sam Harris, seorang filsuf dan ahli neurosains Amerika, yang menyatakan bahwa persepsi AI terhadap kemanusiaan mungkin mencerminkan pandangan kita sendiri terhadap makhluk yang lebih rendah — bukan benci atau jahat tetapi acuh tak acuh terhadap keberadaan kita, seperti misalnya, kepada semut.”

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita Terkait