DECEMBER 9, 2022
Kolom

Ketika Elon Musk dan Jeff Bezos Bersemayam di Mahakam

image
Penulis Akmal Nasery Basral di Mahakam24 Residence. (OrbitIndonesia/kiriman)

Namun senyum lebar saya melihat kegembiraan anak-anak itu langsung berganti dengan nafas tercekat dan mata berkabut begitu sampai di depan kumpulan lukisan bertema Derita Gaza, Palestina.

Seorang anak perempuan berwajah sedih menunduk di depan tank Merkava tentara Israel. Asap tebal membumbung di bagian kiri lukisan dan di reruntuhan gedung dan bangunan di bagian kanan (New Year in Gaza #1).

Sebuah lukisan menggambarkan seorang anak lelaki berlutut di antara puing-puing bangunan dengan latar belakang langit merah membara. Kaos lusuh yang dipakai menampilkan bendera Palestina. Bocah lelaki ini memiliki dua sayap putih lebat terkepak sebagai penanda bahwa dia sudah tiada (Help Us in Gaza #1). Lukisan ini juga digunakan sebagai sampul depan buku Perang Pecah (Lagi) di Gaza: Antologi Kemanusiaan Palestina SATUPENA yang diluncurkan Desember 2023 di Restoran Al Jazeerah, Jatinegara, berbarengan Penghargaan Satupena Awards 2023 yang diberikan kepada Putu Wijaya  untuk kategori fiksi dan Prof. Komarudin Hidayat untuk kategori nonfiksi.

Melihat dua sisi kehidupan anak-anak yang manis, lucu, menyenangkan (Children’s Imagination) dan pahit, tragis, menyedihkan (Derita Gaza, Palestina) menimbulkan sensasi bitter sweet pada perasaan saya, dan mungkin juga pada para tamu hotel lainnya.

Lukisan-lukisan tipe kedua yang lebih merupakan respon estetika Denny JA terhadap rangkaian karya pelukis dan seniman dunia seperti Edvard Munch (The Scream), Fernando Botero (Monalisa Age 12), Pablo Picasso (The Old Guitarist), Edgar Degas (The Blue Dancers), Gustav Klimt (Portrait of Adele Bloch-Bauer), Vincent van Gogh (Cafe Terrace at Night), Frida Kahlo (The Wounded Deer), Rembrandt (The Night Watch), Leonardo da Vinci (The Last Supper), Claude Monet (The Water Lily Pond), Michelangelo (Pieta), Salvador Dali (The Persistence of Memory), Dede Eri Supria (Di Sudut Kota), Affandi (Ibuku), Raden Saleh (Penangkapan Pangeran Diponegoro), dan banyak lainnya, mengajak saya bolak-balik ke masa silam dan masa depan.

Interpretasi ulang Denny JA terhadap karya-karya para maestro  dengan membubuhkan label revisiting/revisited itu sebuah langkah berani yang tak memadai ditakar dengan pakem-pakem konvensional atas nama sakralitas karya. Sebab, semua karya masyhur itu ditambahkan Denny JA dengan minimal satu elemen visual baru yang mengasosiasikan eksistensi dunia digital. Entah dalam bentuk cyborg (separuh manusia separuh mesin), hewan robotik, dan lainnya.

Ada karya bernuansa humoris seperti Mao (1973) ciptaan Andy Warhol, yang ditambahkan Denny JA dengan latar belakang Cina modern dan gedung-gedung pencakar langit hasil olahan AI, atau pada The Night Watch (1642) karya monumental Rembrandt. Jika pada karya aslinya terlihat sekumpulan lelaki anggota milisia penjaga kota dalam gaya tenebrisme (gaya lukisan yang menampilkan cahaya kontras dengan efek gelap yang mendominasi kanvas dan berfungsi sebagai latar belakang), maka dengan bantuan AI yang digunakan Denny JA ada tambahan seorang pemuda zaman now dan trendi memegang gawai dalam posisi selfie, memotret dirinya dan para milisia.

Pada lukisan The Art of Painting (1668) adikarya Johannes Vermeer, versi revisited Denny JA (dengan bantuan AI) menampilkan seorang perempuan yang sedang menjadi model lukisan seorang pelukis yang sedang bekerja. Tangan sang pelukis terlihat. Namun alih-alih memegang palet dan kuas, yang digunakannya adalah iPad dengan stylus warna merah mencolok. Menurut saya, inilah lukisan yang paling jitu menangkap spirit lukisan sebagai sebuah karya visual (dalam paradigma dunia lama) dengan sentuhan AI (sebagai produk dunia baru). Bahkan judul The Art of Painting yang diberikan Vermeer masih bisa diinjeksi semangat serupa menjadi The Art of Painting (with AI) oleh Denny JA, jika dia mau.

Selain para maestro seni lukis, para tokoh global yang muncul di kanvas adalah Bunda Theresa (Attention to Loneliness), Dalai Lama (Listening to Loneliness), Mahatma Gandhi (Listening to Poverty), Albert Einstein (Listen to The Laws of Nature), sampai Elon Musk (Living In Mars) dan Jeff Bezos (Online Shopping).

Dua tema lainnya dari pameran lukisan ini yaitu Covid-19 dan Pilpres 2024 yang memenuhi dinding dan selasar hotel di lantai 2, lebih bercorak news gallery dibandingkan sebuah ikhtiar kontemplatif dalam menyelami makna di balik peristiwa. Elemen inovasi dan kebaruan gagasan pada lukisan-lukisan dengan dua tema ini tak sekuat pada tema-tema lainnya dalam pengindraan saya.

Halaman:
1
2
3
4
5
6

Berita Terkait