Ketika Elon Musk dan Jeff Bezos Bersemayam di Mahakam
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 11 Juni 2024 05:53 WIB
Beberapa lukisan sudah pernah saya lihat di Galeri Cemara saat acara Penghargaan Satupena Awards 2022 kepada penyair Eka Budianta (kategori fiksi) dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Musdah Mulia (kategori nonfiksi), pada Desember 2022. Satupena adalah perhimpunan penulis nasional yang berdiri pada 2017 dengan ketua umum pertama Nasir Tamara (2017-2021), dilanjutkan oleh Denny JA (2021-2026).
Namun koleksi lukisan AI yang ditampilkan di Mahakam24 Residence jauh lebih melimpah. Rentang waktu 1,5 tahun (Desember 2022 – Juni 2024) rupanya dimanfaatkan Denny JA dengan menggarap lukisan-lukisan baru yang lebih variatif dan eksploratif.
Malam harinya, saya kembali mendapatkan kesempatan tur visual. Kali ini dipandu Direktur Operasional Fadiel Muhdi Bahar, membuat saya lebih terhubung dengan lukisan-lukisan yang ditampilkan meski saya masih belum membuat catatan khusus selain membiarkan sepasang mata menikmati komposisi yang tersaji dan benak merekam kesan secara acak. Ada dua alasan mengapa saya melakukan itu.
Pertama, dalam konteks sebagai tamu hotel, saya perlu me time, waktu mandiri, untuk berinteraksi lebih dekat dengan seluruh lukisan. Memperhatikan lebih seksama semua gurat, torehan, sapuan, dan elemen visual yang terhampar di atas kanvas, sembari menyelami sedalam mungkin setiap pesan komunikasi visual yang disampaikan.
Kedua, saya masih ingin sebuah eksperimen yang lebih luas. Maka usai bertemu Fadiel, saya keluar hotel untuk mencicipi gultik, telur gulung, dan es doger, di keramaian pecinta kuliner Jalan Mahakam dalam dekapan sepoi angin malam. Saya mengundang empat orang Gen Z yang aktif dalam dunia seni kreatif.
Mereka adalah Lolaa Adiya (pendiri-pemilik PH Creative Eunoia, sutradara film pendek), Mir Dupin/Gatya Ranu (Mir Dupin nama panggung sebagai musisi indie yang memproduksi single Waterfallian di Spotify, sedangkan Gatya Ranu nama asli dan identitas sebagai TikToker), Adithya Pram (mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta), dan Aurora Zaslin (asisten sutradara Hanung Bramantyo untuk film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa yang sedang tayang di bioskop). Keempatnya berusia 22-23 tahun, generasi digital native (born-digital) yang piawai berselancar dalam dunia virtual.
Mereka saya ajak melihat lukisan AI karya Denny JA, dan langsung merespon dengan kreasi masing-masing seperti membuat komposisi IG Story, IG Reel, dan TikTok, secara kreatif. Sepengetahuan mereka, belum pernah ada orang membuat pameran lukisan dengan bantuan AI seperti karya Denny JA, apalagi dengan jumlah hampir dua ratus kanvas berukuran besar. Ini saja sudah menjadi terobosan kreatif dalam dinamika kegiatan kesenian kontemporer.
-000-
Minggu 9 Juni pagi setelah menyantap pisang goreng hangat dan mocktail leci segar sebagai sarapan di Nomu Lounge, saya kembali bercengkerama dengan kumpulan lukisan. Kali ini seorang diri.
Entah berapa orang tamu yang lalu-lalang atau karyawan housekeeping yang memerhatikan saya di setiap lantai, sedang berkhidmat di depan lukisan demi lukisan, dengan antusiasme layaknya Charlie yang penuh semangat ketika mengunjungi pabrik cokelat karya Roald Dahl.