Ketika Elon Musk dan Jeff Bezos Bersemayam di Mahakam
- Penulis : Krista Riyanto
- Selasa, 11 Juni 2024 05:53 WIB
Ke-188 lukisan yang terpampang, saya kelompokkan ke dalam dua tipe yakni dipantik oleh pergulatan internal dunia batin Denny JA, dan sebagai responnya atas peristiwa-peristiwa eksternal yang terjadi di luar diri.
Tipe lukisan pertama contohnya tema Lailatul Qadar yang terdiri dari belasan lukisan dalam berbagai ukuran kanvas dan bauran visual. Komposisi lukisan bersifat tipikal dengan separuh bagian atas menggambarkan kondisi langit malam dalam format aneka bentuk garis, kurva, dan warna, sedangkan separuh bagian bawah menampilkan manusia dalam berbagai jumlah dan posisi. Kadang seorang, kadang banyak. Kadang lelaki, kadang perempuan. Semua dalam posisi berdoa. Khusyuk.
Lailatul Qadar—malam pengaturan/penetapan, sering juga diterjemahkan bebas sebagai malam kemuliaan—adalah konsep tentang adanya sebuah malam suci pada bulan puasa Ramadan yang dinantikan kedatangannya oleh umat Islam. Malam kemuliaan ini bernilai lebih baik dari seribu bulan (QS 97: 3).
Dengan membuat serial lukisan bertema ini, Denny JA bukan saja sedang meletakkan meletakkan hati dan kerinduan spiritualnya ke atas kanvas, juga seakan hendak melengkapi Teori Kebutuhan Dasar ( Hierarchy of Needs) dari Abraham Maslow. Bahwa manusia tak cukup hanya ditopang dengan kebutuhan fisiologis ( physiological needs), kebutuhan keamanan ( safety needs), kebutuhan sosial ( social needs), kebutuhan ego ( egoistic needs) dan kebutuhan aktualisasi diri ( self-actualization needs). Manusia juga perlu kebutuhan keyakinan ( spiritual needs) secara mutlak, terlepas dari tingkat aktualisasi diri yang sudah diraihnya.
Termasuk dalam kelompok ini adalah lukisan-lukisan yang menginspirasi Denny JA bersumber perkataan guru sufi Jalaluddin Rumi berjudul The Light Enters You Through The Wound dan Sit, Be Still and Listen.
Sebuah lukisan lain membuat saya terpaku agak lama. Seorang lelaki berada di atas kuda putih dalam pelukan remang hutan di bawah langit malam diterangi cahaya beberapa--ya, bukan satu—rembulan. Judul Which Light Should I Follow? yang tertoreh pada kanvas membuat saya menduga bahwa kalimat itu merupakan pantulan pertanyaan batin Denny JA sebagai kreator lukisan. Namun, wajah sang penunggang kuda yang tak terlihat tersebab posisinya yang membelakangi, membuat pertanyaan simbolis-eksistensialis pada judul itu tak lagi bersifat personal karena bisa menimbulkan resonansi di kepala siapa saja yang melihatnya. Mereka yang sedang menjadi para pencari cahaya.
Lukisan yang bersifat internal (diproduksi dalam olah jiwa dan pikiran Denny JA) namun tidak bersifat sakral-relijius adalah tema Child’s Imagination.
Pada bagian ini kita melihat anak-anak kecil dengan berbagai kondisi surealis, bahkan absurd. Misalnya seorang gadis kecil berdampingan dengan gajah raksasa dengan kaki kurus panjang khas imajinasi Salvador Dali dalam The Elephants. Sang gadis cilik dan gajah aneh berada di sebuah ruas jalan kota besar dikurung gedung-gedung jangkung seperti di New York City (Child Imagination #1).
Lukisan yang menggambarkan pantai ramai pengunjung dengan seorang bocah lelaki melayang di atas mereka, bukan dengan papan seluncur namun berdiri di atas gawai raksasa, juga mengandalkan imajinasi yang kuat. (Child’s Imagination #13).
Belasan lukisan lain menggambarkan anak-anak dalam beragam kemusykilan (mengendarai anjing raksasa yang mengalahkan kuda-kuda balap dalam sebuah pacuan; mengendarai lumba-lumba yang melayang di depan pantai sebuah waterfront kota supermodern; atau menyelam di dasar samudera bersama putri duyung di depan sebuah istana megah (milik Raja Neptunus?), menimbulkan imaji dan fantasi yang klop dengan bantuan AI sebagai generator kecerdasan buatan.