Ahmad Nuri: Gaza Sekarang adalah Indonesia Pada Masa Perang Kemerdekaan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 09 Juni 2024 01:40 WIB
Rakyat, kombatan, dan laskar-laskar siap "setor" nyawa untuk mempertahankan kemerdekaan. Hal itu dibuktikan dengan serangkaian pertempuran fisik yang tercatat seperti pertempuran Medan Area, perang 10 November Surabaya,
Pertempuran Ambarawa, operasi pembersihan oleh militer Belanda di Karanganyar, dan pertempuran lainnya yang terjadi di berbagai daerah dalam kurun waktu 1945-1949.
Sejumlah peneliti dari Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) yakni Christiaan Harinck, Nico van Horn, serta Bart Luttikhuis menemukan bahwa taksiran kematian di pihak Indonesia sebanyak 97.421 jiwa.
Tentu yang tidak tercatat bisa lebih banyak lagi, mengingat serangan artileri serta bentuk kekerasan jarak jauh lainnya sangat mungkin tidak teridentifikasi alias tidak dihitung. Jumlah persis korban bukanlah bidang untuk diperdebatkan dalam aspek akurasi data. Angka itu lebih merupakan jumlah paling minimal dari angka korban sesungguhnya.
Sementara jumlah korban meninggal di Gaza sampai tanggal 30 Mei 2024 tercatat mencapai 36.224 jiwa. Invasi Israel yang dalam praktiknya banyak didominasi oleh serangan jarak jauh memungkinkan taksiran jumlah korban jiwa juga dilakukan secara tidak akurat.
Kesamaan lain
Ketangguhan mental bukan merupakan satu-satunya kesamaan antara rakyat Gaza dan rakyat Indonesia pada masa perang kemerdekaan. Terdapat pula kondisi lainnya yang memperlihatkan fakta-fakta serupa.
Luas Indonesia sempat menyempit setelah perjanjian Linggarjati (Maret 1947) yang hanya menyisakan Sumatera, Jawa, dan Madura. Perjanjian itu pun tidak bertahan lama. Belanda melanggarnya lewat serangan besar-besaran pertama di Jawa dan Sumatera yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda 1 (Juli-Agustus 1947).
Pasca-serangan brutal yang dilakukan secara sepihak itu, Indonesia-Belanda kembali melakukan perundingan, yakni Renville (Desember-Januari 1948). Belanda hanya mengakui Sumatra, Jawa Tengah, dan Yogyakarta sebagai wilayah Indonesia.
Pada perjalanannya, posisi Indonesia semakin terdesak serta semakin menyempit dari segi wilayah. Akhirnya, hanya Yogyakarta dan sebagian kecil Jawa Tengah yang saat itu menjadi wilayah kedaulatan Indonesia. Setelah Belanda kembali mengingkari kesepakatan lewat serangkaian operasi militer yang puncaknya dipentaskan lewat Agresi Militer Belanda II pada Desember 1948.