Tentang Pemilu Curang, Efek Bansos, Sampai Hak Angket, Inilah Analisis Denny JA
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 06 Maret 2024 09:23 WIB
Berarti kemenangan Prabowo-Gibran harus dibuktikan kurang dari 50 persen. Karena nanti KPU mengumumkan Prabowo-Gibran menang sekitar 58 persen, perlu dibuktikan sekitar 9 persen suara Prabowo-Gibran itu salah atau tidak sah.
Itu artinya dibutuhkan pembuktian sebanyak 9 persen kali 204 juta pemilih (dikurangi abstain) itu sama dengan 13 juta sampai 18 juta suara.
Di mana mencari pembuktian sebanyak itu. Jauh lebih sulit lagi jika kecurangan yang ada, jikapun ada, memang tak sebanyak itu.
Lalu ada pula yang ingin menyatakan telah terjadi politisasi dan personalisasi bantuan sosial (Bansos). Mari kita lihat data agregatnya yang terbaca melalui survei.
Survei LSI Febuari 2024 menyatakan, sebanyak 24 persen publik mengaku menerima Bansos. Dan, sebanyak 74 persen pemilih menyatakan NO! Mereka tak menerima Bansos.
Yang menerima Bansos 24 persen, 69 persen memilih Prabowo-Gibran. Tapi yang tak menerima bansos 74 persen mengaku sebanyak 54 persen juga memilih Prabowo- Gibran.
Ini faktanya. Prabowo-Gibran memang menang satu putaran saja, baik di kalangan penerima Bansos ataupun yang tidak menerima Bansos.
Jika pun tak ada Bansos selama era Pilpres 2024, Prabowo-Gibran tetap menang satu putaran saja di angka 54 persen, bukan 58 persen. Bisa dikatakan, efek Bansos hanya 4 persen saja.
Karena itu, isu kecurangan Pemilu perlu diletakkan secara proporsional. Pasti ada kecurangan. Dan kecurangan itu dilakukan oleh setiap kubu yang bertarung.
Untuk kepentingan hidup bernegara, apapun kecurangan itu perlu didokumentasi untuk perbaikan ke depan. Demokrasi selalu memerlukan proses penyempurnaan dan pematangan.