Tentang Pemilu Curang, Efek Bansos, Sampai Hak Angket, Inilah Analisis Denny JA
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 06 Maret 2024 09:23 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Begitu hebohnya isu Pemilu curang itu bergema di berbagai tempat di tanah air. Survei LSI Februari 2024 merekam opini publik. Sebesar 31,4 persen publik percaya Pemilu ini curang. Namun sekitar 60,5 persen mengatakan Pemilu ini tidak curang.
Masih jauh lebih banyak yang merasa Pemilu 2024 tidak curang. Perbandingannya, dari tiga warga, dua menyatakan pemilu tidak curang, satu menyatakan Pemilu curang.
Yang penting juga dipahami, meluasnya isu Pemiu curang tak hanya terjadi di negara yang sedang dalam tahap “Transisi ke Demokrasi” seperti Indonesia.
Isu Pemilu curang juga terjadi dalam opini publik di negara yang demokrasinya sudah terkondolidasi seperti di Amerika Serikat.
Donald Trump ketika ia kalah dalam Pilpres 2020, keras sekali ia meyakinkan publik: “Saya menang. Tapi Joe Biden telah mencuri Pemilu. Saya dikalahkan oleh Pemilu yang curang.”
Trump mengatakan itu berulang-ulang. Akhirnya, dalam survei di Amerika Serikat, bahkan tiga tahun setelah Pemilu, sepertiga penduduk Amerika Serikat juga meyakini Pemilu berlangsung dengan curang.
Hal ini diberitakan antara lain oleh NBC 20 Januari 2023: “Almost a third of Americans still believe the 2020 election result was fraudulent”.
Opini bisa terbentuk berbeda dengan fakta hukum sebenarnya. Karena di pengadilan, seperti di Mahkamah Konstitusi, tak terbukti Pemilu curang itu terjadi yang bisa mengubah hasil.
Ini hukum besinya. Jika seputar Pemilu di sebuah negara, terbentuk polarisasi politik yang begitu tajam, dan pemimpin yang kalah mengagitasi pendukungnya bahwa Pemilu itu curang, apalagi dengan menggunakan influencers, pasti akan terbentuk opini di sebagian masyarakat bahwa Pemilu memang curang.
Opini bukan fakta. Dan, politik memang tentang opini dan persepsi.