Jarir: Batin Rempang Berdaulat, Membahas Himpunan Hukum Adat Indonesia di Masa Belanda
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 20 September 2023 07:40 WIB
Tak satu pun dari pengungsi yang berakhir di kamp tersebut akan tetap tinggal di Indonesia. Pada titik tertentu mereka akan melakukan perjalanan ke negara-negara yang telah menyatakan siap menerima mereka.
Clark berkeliling Asia Tenggara untuk berdiskusi dengan para pemimpin pemerintah mengenai masalah pengungsi. (VS financieren doorgangskampen in Indonesië. "Vrije Stem: onafhankelijk weekblad voor Suriname". Paramaribo, 23-04-1979, p. 4.)
Fungsi Pulau Rempang dan Galang, dalam kasus manusia perahu Vietnam tahun 1975-1979 ini adalah untuk kemanusiaan. Tentunya masyarakat adat setempat sangat mendukung manusia yang terluntang lantung di lautan untuk diselamatkan. PBB pun sangat berharap pada Indonesia, agar pulau tersebut digunakan untuk kamp sementara. Ini tugas mulia.
Sejarah wilayah dan aturan (undang-undang) di negeri ini , khususnya sejarah Batam, Rempang dan Galang (Barelang) ini tidak bisa dilihat hanya dari masa Otonomi Daerah 1999, Otoritas Batam, atau Indonesia Merdeka 1945, atau di masa Belanda, sebaiknya lihat jauh sebelum fase-fase itu.
Memang wilayah Rempang saat ini kampung tua, tetapi dulunya itu besar. Mereka berdaulat, walau dalam skala kecil, untuk kampung mereka sendiri. Nah, sebaiknya, saat muncul investor saat ini dan mendapat persetujuan pusat dan wali kota, sebaiknya juga mendapat persetujuan pimpinan adat setempat.
Mereka memiliki hak bergaining, minimal, mempertahankan kampung halamannya yang sudah tua (sejak dulu adanya).
Prof Abdul Malik, selaku ketua tim penulis sejarah pahlawan nasional Sultan Mahmud Riayat Syah (1761—1812) menyebut warga Rempang yang mendukung perjuangan gerilya laut Sultan Mahmud Riayat Syah di Lingga.
Perjuangan itu sendiri, tetapi juga dari seluruh warga melayu yang bermukim di pulau-pulau, sehingga memperoleh penghargaan sebagai pahlawan nasional. Tak mungkin perjuangan Sultan Mahmud Riayat Syah sendiri. Tentu penduduk di pulau-pulau itu berperan, bahkan mereka gagah berani melawan Belanda yang saat itu bermarkas di Malaka.
Rasanya, tanpa perjuangan mereka, perjuangan Sultan Mahmud Riayat Syah (1761—1812), Indonesia pun tidak terwujud. Kualat kita, jika saat ini anak cucu mereka kita usir dari kampung mereka sendiri.
Setelah ratusan tahun berlalu, kini jumlah penduduk di Pulau Rempang sebanyak 7.500 hingga 10 ribu jiwa. Aksi demo penduduk Rempang kabarnya mereka mau menerima investor (karena adanya peluang pekerjaan dan mendapat rumah layak huni), tetapi jangan rumah dan kampung mereka dihancurkan.