Jarir: Batin Rempang Berdaulat, Membahas Himpunan Hukum Adat Indonesia di Masa Belanda
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 20 September 2023 07:40 WIB
Pulau Rempang penghasil gambir, Netscher mengunjungi kebun gambir dipandu orang Cina. "...sambil berjalan-jalan di pedalaman Pulau Rempang , saya memutuskan bersama beberapa teman untuk mengunjunginya. Jadi kami pergi ke Rempang dan menemui seorang pemandu Tionghoa dari perkebunan gambir... (Elisa Netscher, Beschrijving van een gedeelte der residentie Riouw, 1854. Hal. 6)
Koran Belanda merilis data perkembangan produksi gambir di Riau tahun 1860... "bahwa jumlah kebun gambir dan lada (dua komoditas pertanian utama di wilayah Riau) turun sebanyak 1.857, yaitu dari 930 menjadi 887, di mana 438 di Pulau Bintang, 234 di Battam, 106 di Rempang, 66 di Gallang dan 43 sisanya di Pulau Gin, Klong dan Sengarang, yang bersama-sama telah melepaskan 95.234 pikol gambir dan 18.11 b pikol lada.
Berdasarkan pernyataan yang dibuat di kantor pelabuhan di Riouw, ekspor tersebut berjumlah 92.41740/100 picol gambir dan 5 70885/100 picol lada.
Namun, diduga produksinya jauh lebih tinggi dari yang dinyatakan oleh para pekebun, untuk tujuan penghindaran terhadap para rentenir di perkebunan mereka, baik untuk memasok mereka dengan seluruh produk mereka dengan harga yang telah ditentukan atau untuk mengirimkan mereka.
Kerajaan Siak seperti di Lingga dan Riouw tertarik pada budidaya kapas dan awalnya dijanjikan akan berhasil, namun pada akhirnya gagal." (Cultuur in Nederlandsch-Indie in 1859.. "Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage". 's-Gravenhage, 11-04-1862, p. 3. Lihat juga S. Friedmann, Nederlandsch Oost- en West-Indië, 1861. Hal, 64)
Wilayah Pulau rempang ini juga dikenal sebagai wilayah perompak. Pada 5 Maret 1855 surat kabar Belanda, Rotterdamsche courant, memberitakan bahwa telah menangkap dua perompak kelas kakap, yani Panglima Amat dan ayahnya Adjie.
Baca Juga: Wow! Venezuela Bekerja Sama dengan China Kirim Astronot Mereka ke Bulan
Berikut petikan berita koran Belanda: "dengan menggunakan sampan pandjang yang dikirim ke laut untuk melacak pemimpin perampok terkenal, Panglima Amat, pada awal Desember mereka tidak dapat melacaknya.
Pada tanggal 28 November Panglima Amat telah merampok beberapa kapal nelayan di Tandjong Oeban. Belanda memerintahkanlah agar dia dibawa ke darat, di mana pun dia muncul dengan hadiah sebesar ƒ 300 kepada siapa pun yang berhasil menangkapnya.