DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Jarir: Batin Rempang Berdaulat, Membahas Himpunan Hukum Adat Indonesia di Masa Belanda

image
Panglima TNI menginstruksikan kepada Komandan Satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat/senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang untuk menghindari korban,

Ensiklopedia Hindia Belanda terbit 1917 pada halaman 260 tentang Tanjungpinang menjelaskan daerah pegunungan di Selatan Rempang tingginya mencapai 180 meter.

Keindahan pulau rempang, digambarkan Groneman, J. saat perjalanan dari Belanda ke Batavia saat melewati Riau. "Pada pukul 5 orang dapat melihat jauh di belakang Pulo Tërkoelei, melintang dari pelabuhan, gunung berapi Groot dan Klein Bintang setinggi 1287 dan 793 m dan di sebelah kanan pulau Rëmpang dan Galang.

Dan di depan Anda akan melihat mercusuar. Pada jam 6 pagi mercusuar sudah tergeletak miring dan lampu seinnya sudah terlihat di senja hari. Pulau Lingga, dengan puncak gunungnya yang tingginya lebih dari 1000 meter, dan merupakan tempat tinggal Sultan Kepulauan Riau-Lingga, terapung di malam hari, sehingga jarang atau tidak terlihat sama sekali..."

Baca Juga: Jadi Masterpiece! Bohemian Rhapsody Milik Queen Miliki Makna Mendalam untuk Semua Kalangan Hingga Kini

Demikian digambarkan bentuk keindahan laut sekitar pulau rempang oleh Groneman, J. dalam buku Over zee van Amsterdam naar Nederlandsch-Indie? Ondertitel Gids voor reizigers met de Stoomvaart Maatschappij "Nederland" terbit tahun 1904. Keindahan pulau rempang ini bukan saat ini saja mendapat perhatian investor, tetapi sudah lama mendapat perhatian Belanda.

Aturan dalam investasi di pulau rempang dan sekitarnya tercantum dalam buku Pandecten van het adatrecht, atau Janji Hak Adat, di bab 11 tentang sewa tanah di wilayah Melayu Riau:

"Jika orang asing ingin mengembangkan tanah, ia juga harus mempunyai izin untuk itu, yang dibayar sekaligus, lebih kecil atau lebih besar, tergantung pada luas tanah yang dimohonkan, dan sewanya dinyatakan dibayar setiap tahun oleh penyewa.

Sedangkan dalam beberapa kasus penyewa dibebaskan dari biaya sewa untuk tiga, empat atau lima tahun pertama, karena budaya yang akan digerakkan diharapkan menjadi produktif hanya setelah jangka waktu tersebut.

Baca Juga: Persija Jakarta, Antara Kemenangan Pertama di Stadion Brawijaya dan Kisah Sedih Dibaliknya

Sewa tahunan tidak terikat langsung dengan peraturan, tetapi bergantung pada tuan tanah (raja) dan penyewa. Séwa tanah di perkebunan gambir sangat rendah, misalnya sebesar empat, lima atau enam dolar per perkebunan dan per tahun di Bintan, Batam, Rempang dan Soegie. Di sinilah lokasi ekstraksi tertua berada." (Rijksuniversiteit Groningen (Janji hukum adat), Pandecten van het adatrecht, Bab 11 Wilayah Melayu Riau, 1914. Hal. 358).

Halaman:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita Terkait