Catatan Denny JA: Dari Serakah-Nomic Menuju Indonesia Incorporated
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 16 Agustus 2025 09:51 WIB

Mendengar Pidato Prabowo di Sidang Tahunan MPR, Agustus 2025
ORBITINDONESIA.COM - Di podium itu, di Sidang Tahunan MPR, 15 Agustus 2025, Prabowo menyatakan keheranannya.
Indonesia negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Tapi justru pernah mengalami kelangkaan minyak goreng.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Minyak, Bisnis, dan Politik di Era Artificial Intelligence
Ini sesuatu yang menurutnya “aneh sekali dan tidak masuk di akal sehat.”
Prabowo menilai fenomena kelangkaan minyak goreng ini terjadi akibat praktik “serakahnomics.”
Yaitu kondisi ekonomi yang digerakkan oleh keserakahan segelintir pihak atau oknum pedagang yang memanipulasi pasar demi keuntungan pribadi.
Ia menyebut peristiwa ini sebagai bentuk distorsi dan manipulasi sistem ekonomi nasional. Itu menyalahi amanat Pasal 33 UUD 1945 tentang keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Awal Kemajuan China dan Revolusi Damai Deng Xiaoping
Lebih lanjut, Prabowo menegaskan negara harus hadir memastikan pengelolaan kekayaan alam strategis seperti kelapa sawit benar-benar untuk kepentingan rakyat.
Dan itu bukan dikuasai oleh kelompok serakah yang merugikan masyarakat luas.
Prabowo ingin praktik-praktik manipulasi ekonomi semacam ini tidak terulang lagi di masa depan. Ia mendorong sistem ekonomi Indonesia berpihak pada kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elite.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Make Pertamina Great Again
-000-
Mendengar istilah Serakah-nomics dari Prabowo, saya teringat potret rakyat antre panjang untuk beli minyak goreng.
Pagi itu, Minggu, 6 Maret 2022. Langit Pesanggrahan, Jakarta Selatan, masih diliputi kabut tipis, udara subuh yang sejuk menusuk kulit.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Tiga Dekade yang Mengubah Segalanya
Di trotoar sempit di depan Polsek Pesanggrahan, deretan manusia telah membentuk barisan panjang, mengular hingga jauh ke tikungan jalan.
Wajah-wajah itu—mayoritas ibu-ibu—terselubung masker. Namun sorot mata mereka menyimpan cerita yang sama: harapan mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Jam belum menunjukkan pukul enam pagi, petugas dan truk distributor belum tiba. Namun sejak pukul 05.00, mereka sudah berdiri, menggenggam kantong belanja, beberapa membawa kursi lipat kecil.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengejar Mission Impossible Kemandirian Energi Indonesia
Ada yang menenteng termos kopi, ada yang sesekali merapatkan jaket, mencoba menghalau dingin. Sesekali, tawa kecil terdengar, tapi cepat tenggelam dalam hening yang kental oleh kecemasan:
Bagaimana jika stok minyak goreng habis sebelum nomor mereka dipanggil?
Hari itu adalah hari terakhir operasi pasar minyak goreng. Begitu nomor antrean dibagikan sekitar pukul 05.30–05.40 WIB, barisan pun perlahan bubar.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kearifan di Balik Abolisi Tom Lembong dan Amesti Hasto Kristiyanto
Mereka kembali ke rumah, menunggu giliran datang lagi pukul 08.00–13.00 WIB untuk menukar nomor itu dengan dua liter minyak yang akan menghidupkan dapur beberapa hari ke depan.
Di balik antrean singkat di Pesanggrahan ini, terhampar potret getir negeri yang kaya sawit namun membuat rakyatnya berjaga di subuh hari demi setetes minyak di wajan mereka.
Ini barisan sabar yang seharusnya tak perlu ada jika keadilan distribusi benar-benar bekerja.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Yang Benar dan Yang Keliru dalam Keputusan Kontroversial Danantara
-000-
Ada satu momen dalam pidato kenegaraan Presiden di perayaan kemerdekaan ke-80 yang membuat suasana ruangan menjadi hening.
Itu ketika ia mengucapkan kata “Serakah-nomics”. Istilah ini, yang ia ciptakan sendiri, memotret wajah gelap perekonomian Indonesia.
Ini sebuah sistem diwarnai kerakusan. Kepentingan segelintir penguasa modal mengalahkan hajat hidup ratusan juta rakyat.
Presiden tidak berbicara dengan bahasa teori ekonomi yang kaku. Ia memukul telinga dan hati hadirin dengan contoh yang begitu nyata, begitu absurd, hingga membuat semua bertanya.
Bagaimana mungkin sebuah negeri yang menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia bisa mengalami kelangkaan minyak goreng berbulan-bulan?
Baca Juga: Catatan dari Diskusi KSTI di ITB: Mengantisipasi Teknologi Tempur Masa Depan
Apakah pohon sawit kita mendadak meranggas? Apakah pabrik-pabrik berhenti beroperasi? Tentu tidak.
Yang terjadi, kata Presiden, ini adalah permainan manipulatif. Yaitu penimbunan, pengaturan suplai, dan rekayasa harga. Ini dilakukan oleh mereka yang berkuasa mengendalikan pasar.
Inilah wajah Serakah-nomics: ketika produksi berjalan lancar, namun barang langka di rak pasar. Ketika rakyat kecil mengantre, tetapi keuntungan mengalir deras ke rekening segelintir pengusaha besar. Laba itu sebagian bahkan dibawa keluar negeri.
Bukan karena sistem tidak mampu, melainkan karena sistem itu sendiri telah dibajak.
-000-
Presiden menegaskan, akar masalahnya adalah kita mengabaikan amanat Pasal 33 UUD 1945.
Pasal itu jelas memerintahkan bahwa perekonomian disusun berdasarkan azas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting dikuasai negara, dan bumi serta air beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Namun, kenyataan di lapangan justru sebaliknya: azas kekeluargaan digantikan azas konglomerasi; hajat hidup orang banyak disandera segelintir korporasi.
Distorsi ini tidak hanya terjadi pada kelapa sawit. Presiden menyebut, kita memberi subsidi pupuk, alat pertanian, pestisida, bahkan irigasi; namun harga pangan tetap tidak terjangkau sebagian rakyat.
Sebuah keanehan yang membuktikan adanya distorsi dalam distribusi dan kontrol pasar.
Dengan nada tegas, Prabowo menolak anggapan bahwa amanat para pendiri bangsa sudah usang.
Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, dan generasi 45 lainnya menyusun blueprint negara bukan berdasarkan nostalgia. Tetapi mereka olah berdasarkan pengalaman pahit dijajah dan melihat kekayaan nusantara diangkut keluar selama ratusan tahun.
Mengabaikan blueprint ini, kata Presiden, sama dengan membiarkan pintu kekayaan bangsa kembali dijebol oleh kolonialisme model baru.
Itu kolonialisme yang memakai jas korporasi, dasi politik, dan senyum diplomasi.
-000-
Perang melawan Serakah-nomics tidak berhenti pada kecaman. Presiden memaparkan langkah konkret: penertiban lahan sawit ilegal.
Dari 3,7 juta hektar yang terbukti melanggar hukum, 3,1 juta hektar telah dikuasai kembali oleh negara.
Ia bahkan membongkar fakta mengejutkan: ada putusan pengadilan yang telah inkrah 18 tahun lalu yang memerintahkan penyitaan kebun sawit, tetapi tidak pernah dilaksanakan.
Alasannya? Tak ada penegak hukum yang mau bergerak. Kini, perintah itu ia jalankan, bahkan dengan pengawalan TNI karena sering mendapat perlawanan di lapangan.
Langkah ini, bagi Presiden, adalah simbol bahwa negara hadir untuk membela rakyat, meski harus berhadapan dengan kekuatan modal atau pengaruh politik sebesar apa pun.
Pesannya keras: “Selama saya menjabat presiden, jangan pernah anggap yang besar dan yang kaya bisa bertindak seenaknya.
Kami tidak gentar dengan kebesaranmu, kami tidak gentar dengan kekayaanmu. Karena kekayaanmu berasal dari rakyat Indonesia.”
-000-
Presiden juga menyebut istilah lain yang menggetarkan: net outflow of national wealth. Ini aliran keluar kekayaan nasional yang jika dibiarkan akan menguras darah kehidupan bangsa.
Ia menggambarkannya dengan metafora medis: tubuh manusia yang terus menerus kehilangan darah akan mati. Demikian pula negara yang membiarkan kekayaannya mengalir keluar tanpa kendali.
Maka, bagi Presiden, tugas utama bukan mencari kambing hitam, tetapi mencari solusi cepat dan tepat. “Kita tidak punya waktu,” ujarnya.
Presiden Prabowo memilih fokus pada penyelamatan kekayaan, bukan tenggelam dalam debat siapa yang bersalah.
Namun, tegasnya, bagi yang terbukti melanggar, hukum tetap berjalan—dan berjalan sampai tuntas.
-000-
Membangun Indonesia Incorporated: Ekonomi Kebersamaan
Setelah mengupas luka Serakah-nomics, Presiden mengajak bangsa menatap ke depan: membangun model ekonomi baru yang ia sebut Indonesia Incorporated.
Ini bukan sekadar jargon, tetapi sebuah konsep pembangunan yang memosisikan semua komponen ekonomi—besar, menengah, kecil, bahkan rakyat miskin—dalam satu ekosistem saling menopang.
Presiden menggambarkan Indonesia Incorporated sebagai sebuah mata rantai: ketika rakyat miskin diberdayakan, mereka memiliki pendapatan.
Ketika pendapatan naik, daya beli meningkat. Saat daya beli meningkat, pabrik-pabrik berproduksi lebih banyak.
Industri yang berkembang kemudian menciptakan lapangan kerja baru. Siklus ini kembali memperkuat daya beli rakyat.
Ini adalah lingkaran kebajikan (virtuous cycle) yang menciptakan kemakmuran merata, bukan hanya pertumbuhan angka di grafik.
Prabowo menolak model yang membiarkan pertumbuhan ekonomi dinikmati segelintir orang saja. “Yang kuat punya peranan, yang menengah punya peranan, yang kecil kita bantu, yang miskin kita berdayakan,” ujarnya.
-000-
Dalam Indonesia Incorporated, koperasi desa menjadi salah satu pilar penting. Pemerintah menargetkan pendirian 80.000 koperasi desa dan kelurahan Merah Putih.
Koperasi ini akan berperan ganda: meningkatkan ekonomi lokal dan menjadi peredam gejolak harga. Juga akan menjual beras, minyak goreng, LPG, dan pupuk bersubsidi langsung ke rakyat sesuai harga resmi.
Ini sekaligus memastikan protein seperti ikan dan daging bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Pemerintah juga melindungi produsen pangan—terutama petani dan nelayan—dengan kebijakan harga beli yang layak.
Harga gabah dinaikkan, memastikan petani tidak sekadar bertahan hidup, tetapi benar-benar memperoleh keuntungan.
Di sisi lain, konsumen dilindungi dari manipulasi pasar dengan regulasi ketat dan sanksi hukum yang tegas bagi pelanggar.
-000-
Visi Indonesia Incorporated tidak hanya berlaku di sektor pangan. Presiden menegaskan pentingnya hilirisasi sumber daya alam.
Yaitu mengolah di dalam negeri, menciptakan nilai tambah sebelum diekspor. Untuk itu, dibentuk Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia.
Ini entitas raksasa dengan aset kelolaan lebih dari USD 1 triliun, yang diarahkan untuk menciptakan jutaan lapangan kerja berkualitas, terutama di sektor-sektor strategis.
Dengan pendekatan ini, sumber daya alam tidak lagi hanya menjadi komoditas mentah yang dijual murah, tetapi menjadi motor industri yang menggerakkan ekonomi nasional.
-000-
Kunci keberhasilan Indonesia Incorporated adalah sinergi. Pemerintah, pengusaha besar, UMKM, koperasi, dan masyarakat harus bergerak dalam satu arah.
Presiden memberi apresiasi kepada pengusaha nasional yang menanam modal dan menyimpan hasil usahanya di Indonesia.
Ia menegaskan, tidak semua pengusaha besar adalah bagian dari Serakah-nomics. Sebaliknya, banyak yang mau bergandengan tangan membangun negeri.
Di mata Presiden, Indonesia Incorporated adalah jawaban atas tantangan global yang semakin kompleks.
Di era persaingan sumber daya, perubahan iklim, dan ketidakpastian geopolitik, sebuah negara hanya akan bertahan jika kekuatan ekonominya terintegrasi, bukan tercerai-berai oleh kepentingan sempit.
Presiden menutup gagasan ini dengan filosofi yang sederhana tetapi mengakar. Kemerdekaan hanya bermakna jika rakyatnya sejahtera.
Tidak cukup kita merayakan kemerdekaan dengan upacara, bendera, dan parade, jika di sudut-sudut negeri masih ada anak yang kelaparan, guru yang tidak dihargai, petani yang merugi, dan keluarga yang takut jatuh sakit karena biaya berobat.
Tujuan kemerdekaan dengan bahasa Jawa yang penuh rasa: yen wong cilik iso gemuyu—jika rakyat kecil bisa tersenyum.
Senyum itu hanya mungkin terwujud jika ekonomi bekerja untuk semua, bukan untuk segelintir.
Perang melawan Serakah-nomics adalah langkah membersihkan luka; membangun Indonesia Incorporated adalah langkah menumbuhkan harapan.
Luka harus dibersihkan agar tidak membusuk, tetapi harapan harus ditanam agar masa depan tumbuh subur.
-000-
Presiden mengajak seluruh elemen bangsa—pemerintah, legislatif, yudikatif, dunia usaha, akademisi, media, hingga masyarakat sipil bersatu.
Bersatu untuk menjadikan perang melawan kerakusan dan pembangunan ekonomi kebersamaan sebagai agenda bersama.
Tidak ada negara yang kuat jika pangan rakyat dikuasai segelintir orang. Tidak ada demokrasi yang sehat jika ekonomi hanya menguntungkan elite.
Dan tidak ada kemerdekaan yang sejati jika rakyatnya masih hidup dalam ketakutan akan kelaparan, kemiskinan, dan masa depan yang suram.
Dengan Indonesia Incorporated, ia membayangkan sebuah negeri di mana koperasi desa menjadi pusat denyut ekonomi.
Industri hilir menciptakan nilai tambah. Petani dan nelayan hidup layak. Pengusaha besar berperan sebagai motor kemajuan, dan rakyat kecil memiliki daya beli yang memutar roda perekonomian.
Pidato Presiden adalah peta jalan dari krisis moral dan ekonomi bernama Serakah-nomics menuju ekosistem ekonomi baru Indonesia Incorporated.
Yang pertama membersihkan, yang kedua membangun. Jika keduanya berhasil, kemerdekaan bukan hanya catatan sejarah, tetapi napas sehari-hari: kemerdekaan yang memberi makan, memberi kerja, dan memberi senyum kepada setiap anak negeri.
-000-
Satu jam lebih saya ikut mendengar pidato penuh gelora Prabowo Subianto. Kadang saya ikut berdiri, bertepuk tangan.
Keberhasilan gagasan besar Presiden Prabowo ini, dari membersihkan luka Serakah-nomics hingga membangun Indonesia Incorporated, tidak akan ditentukan oleh visi di podium semata.
Berhasil atau tidaknya gagasan besar Prabowo akan ditentukan oleh dua syarat utama.
Pertama, kemampuan teknokratis para eksekutor di lapangan. Sebaik apa pun peta jalan, ia akan menjadi kertas tanpa nyawa jika pelaksananya tidak memiliki kapasitas, disiplin, dan keberanian mengambil keputusan sulit.
Indonesia Incorporated membutuhkan teknokrat yang tak hanya cerdas secara teori, tetapi piawai mengubah ide menjadi program, program menjadi tindakan, dan tindakan menjadi hasil nyata yang terukur.
Mereka harus sanggup mengelola sumber daya secara efisien, membaca dinamika pasar dengan presisi, dan merespons cepat setiap gejolak.
Kedua, kemampuan membersihkan pemerintahan dari korupsi. Serakah-nomics tidak tumbuh di ruang hampa; ia berakar pada jejaring kepentingan yang mengikat sebagian birokrasi, politik, dan dunia usaha dalam simbiosis gelap.
Tanpa keberanian memutus rantai ini—dengan penegakan hukum yang tuntas dan transparansi yang tak pandang bulu—semua visi kebersamaan akan terjebak dalam jebakan lama.
Yaitu kebijakan baik yang diretas dari dalam. Indonesia Incorporated menuntut integritas sebagai fondasi, karena tanpa itu, setiap koperasi, setiap industri hilir, setiap kebijakan harga, akan tetap rentan disabotase.
Dua syarat ini adalah urat nadi dari visi besar tersebut. Tanpa eksekusi teknokratis yang mumpuni, Indonesia Incorporated akan mandek di atas kertas.
Tanpa pembersihan korupsi secara sistematis, Serakah-nomics akan selalu menemukan cara baru untuk menyelinap kembali.
Sejarah telah memberi kita pelajaran mahal: bangsa-bangsa yang bertahan di tengah gejolak global bukan hanya yang kaya sumber daya, melainkan yang kuat dalam manajemen dan bersih dalam tata kelola.
Kini, kita berada di persimpangan itu—antara mengulang lingkaran luka, atau membuka babak baru kemakmuran.
Presiden telah meletakkan batu pertama. Tugas kita adalah membangun temboknya, mengisi ruangnya, dan menjaganya dari rayap korupsi.
Seperti dikatakan Bung Hatta, “Korupsi merusak jiwa bangsa lebih dalam daripada penjajahan.” Dan seperti pesan klasik yang selalu relevan, “A vision without execution is hallucination.”
Di antara dua kalimat itu, terletak jalan yang harus kita tempuh: visi besar yang dikerjakan dengan cerdas, dan dijaga dengan integritas yang tak bisa dibeli.
Itulah satu-satunya cara agar kemerdekaan kita bukan sekadar tanggal merah, tetapi napas sehari-hari rakyat yang merdeka dari kelaparan, dari ketidakadilan, dan dari ketakutan akan masa depan.*
Presiden sudah menyatakan visinya. Kini kita tunggu langkah para eksekutornya.***
Jakarta, 16 Agustus 2025
CATATAN
(1) Tentang rakyat antre minyak di negara Indonesia yang paling kaya kelapa sawit, dapat dibaca di sini
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World