DECEMBER 9, 2022
Kolom

Amidhan Shaberah: Tel Aviv dan London Tegang, Israel Penyakit Kusta

image
KH. Dr. Amidhan Shaberah, Ketua MUI 1995-2015/Komisioner Komnas HAM 2002-2007/Lemkaji MPR RI 2014-2019 (Foto: Youtube)

Oleh Amidhan Shaberah*

ORBITINDONESIA.COM - Relasi Israel dan Inggris tegang. Lo kenapa? Bukankah Inggris inisiator pendirian Israel? 

Memang, Inggris punya peran sangat besar dalam proses awal pembentukan Israel melalui Deklarasi  Balfour (1917). Bisa dikatakan Inggris adalah inisiator pembentukan Israel. 

Baca Juga: Palestina Tuding Israel Berencana Musnahkan Warga Gaza dalam Operasi Militer Baru

Menlu Inggris saat itu, Arthur Balfour, mengirim surat kepada Lord Rothschild (tokoh Zionis Inggris), mendukung penuh pendirian “tanah air nasional bagi orang Yahudi” di Palestina. Surat inilah yang dianggap sebagai landasan politik internasional pertama untuk mendirikan negara Israel. 

Tapi bagaimana kini? London bersiap mengakui kedaulatan Palestina -- sesuatu yang dianggap haram oleh Israel -- pada sidang umum PBB September 2025 mendatang di New York. Sikap Inggris ini mengikuti langkah Prancis yang berniat sama sebulan sebelumnya. 

Bagi Israel, sikap Inggris dan Prancis ini merupakan pengkhianatan atas berdirinya negara Israel. Israel kehilangan dua sekutu besarnya yang mempunyai hak veto di Dewan Keamanan PBB. 

Baca Juga: Hamas Sebut Niat Israel Kuasai Sepenuhnya Gaza adalah Kejahatan Perang

Belum lama ini, setelah mengamati perang Israel-Palestina sejak Oktober 2023 yang menimbulkan korban jiwa puluhan ribu warga Palestina dan hancurnya Gaza -- Inggris marah. Israel ternyata melakukan pembersihan etnis dan berniat menduduki Gaza secara permanen. 

PM Israel Benyamin Netanyahu menegaskan akan menganeksasi Gaza. Netanyahu berani melawan kecaman internasional karena mendapat dukungsn Presiden AS Donald Trump. 

Niat Netanyahu tersebut mendapat kecaman Inggris. Alih-alih mendukung niat Israel, Inggris merilis nota kesepahaman baru dengan Otoritas Palestina. Dalam nota itu, London menegaskan komitmen Inggris terhadap berdirinya 'Two-State Solution" (Solusi Dua Negara) berdasarkan garis perbatasan tahun 1967, sesuai Kesepakatan Oslo 1993.

Baca Juga: China Minta Israel Segera Hentikan Niat untuk Mengambil Alih Kota Gaza

Inggris juga menyatakan bahwa pihaknya tidak mengakui pendudukan Israel atas sejumlah wilayah Palestina. Termasuk aneksasi atas Yerusalem Timur yang diklaim milik Israel. 

Inggris menyatakan bahwa Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza "harus disatukan kembali di bawah satu otoritas tunggal." Yaitu negara berdaulat Palestina, 

Dalam pernyataan penting lainnya, Inggris menyatakan Otoritas Palestina harus memiliki peran sentral dalam fase selanjutnya di Gaza, termasuk dalam hal tata kelola, keamanan, dan pemulihan awal pasca konflik.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta Kecam Keras Rencana Israel Kuasai Kota Gaza

Inggris juga menyerukan penyelenggaraan "Pemilu yang inklusif di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Gaza" dalam waktu cepat. London menegaskan kembali bahwa "Inggris mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak atas negara merdeka."

"Inggris juga secara implisit menolak usulan dari Amerika Serikat untuk pengambilalihan Gaza oleh pihak ketiga. Sebaliknya London menyatakan dukungannya terhadap "perencanaan pemulihan dan rekonstruksi Gaza yang dipimpin oleh Palestina."

Pada Juni 2025 lalu, Inggris menjatuhkan sanksi terhadap dua menteri Israel. Yaitu Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Keduanya dituduh menghasut  kekerasan berulang terhadap komunitas Palestina.

Baca Juga: Anggota DPR RI Amelia Anggraini: Rencana Evakuasi Warga Gaza ke Indonesia Bisa Jadi "Bumerang"

Menanggapi langkah Inggris, Kantor Perdana Menteri Israel menyampaikan pernyataan melalui media sosial X: "PM Inggris Keir Starmer memberi hadiah atas terorisme biadab Hamas dan menghukum para korbannya". Selanjutnya kantor PM tersebut menyatakan, sebuah negara jihad di perbatasan Israel hari ini, akan mengancam Inggris besok. 

Netanyahu sendiri tengah menjadi buronan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, terutama terkait penggunaan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza.

Israel diketahui secara sistematis menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza. Ribuan warga Gaza tewas diberondong peluru tentara Israel saat menunggu antrean bantuan kemanusiaan. 

Baca Juga: KTT Luar Biasa Arab-Islam Kecam Keras Niat Israel Mengontrol Penuh Jalur Gaza

Sikap Israel tersebut mendapat kecaman dunia internasional. Bahkan PM Israel (2021-2022) Naftali Bennet, menyebut Israel pelan-pelan telah menjadi "negara kusta".  

Bennet menyalahkan pemerintahan Benjamin Netanyahu. Karena Netanyahu tak bisa menjaga citra Israel di mata dunia internasional. Kini Israel -- tambah Bennet --  telah populer sebagai negeri kusta. Negeri yang menjijikkan seperti halnya penyakit kusta.

*KH. Dr. Amidhan Shaberah, Ketua MUI 1995-2015/Komisioner Komnas HAM 2002-2007/Lemkaji MPR RI 2014-2019. ***

Halaman:

Berita Terkait