AS Berencana "Ambil Alih" Operasi Bantuan Kemanusiaan Gaza, Cara Israel Dianggap Tak Memadai
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 07 Agustus 2025 00:01 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintahan Donald Trump berencana "mengambil alih" operasi bantuan kemanusiaan Gaza karena Israel tidak menangani upaya tersebut secara memadai, kata pejabat AS dan Israel kepada Axios pada Selasa, 5 Agustus 2025.
Utusan AS Steve Witkoff dan Presiden Donald Trump membahas peran AS yang kian meningkat selama pertemuan mereka di Gedung Putih pada Senin malam, 4 Agustus 2025, sebut sumber yang dikutip Axios.
Pertemuan itu dilakukan setelah kunjungan Witkoff ke Gaza minggu lalu, di mana dirinya menghabiskan lebih dari lima jam untuk menilai kondisi di lapangan, kata Departemen Luar Negeri AS.
Baca Juga: Kanada Umumkan Sudah Jatuhkan 10 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza Melalui Udara
Seorang pejabat AS mengatakan Trump "tidak senang" mengambil alih operasi bantuan tersebut, tetapi mengatakan "tampaknya tidak ada cara lain."
Pemerintahan Trump membuat keputusan itu karena meyakini Israel belum menangani situasi tersebut secara memadai, kata seorang pejabat AS.
Pejabat itu menggambarkan kekhawatiran Trump yang semakin besar, dengan mengatakan: "Masalah kelaparan di Gaza semakin parah. Donald Trump tidak menyukainya. Dia tidak ingin bayi-bayi kelaparan."
Baca Juga: Kementerian Kesehatan: Korban Tewas Akibat Kelaparan di Gaza Mencapai 188 Orang, Termasuk 94 Anak
Negara-negara Teluk seperti Qatar akan menyumbang dana. Sementara Yordania dan Mesir "kemungkinan akan ikut berpartisipasi," kata sejumlah sumber.
Seorang pejabat Israel mengatakan Tel Aviv mendukung perluasan peran AS dalam operasi bantuan tersebut.
Yayasan Kemanusiaan Gaza kontroversial yang didirikan oleh Israel pada Februari dengan dukungan AS itu saat ini mengelola distribusi bantuan di wilayah kantong Palestina tersebut.
Baca Juga: Tiba di Jalur Gaza, Tim Medis Darurat MER-C Langsung Bertugas di RS Nasser, Khan Younis
Sejak akhir Mei, saat yayasan itu mulai beroperasi, lebih dari 1.300 orang telah terbunuh saat mengakses bantuan.