DECEMBER 9, 2022
Buku

Merasakan Jejak Tuhan dalam Agama, Filsafat, Seni, dan Gerakan Sosial

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Ini adalah cinta yang membangun tembok—tembok iman, tembok identitas, tembok klaim kebenaran. 

Semakin cinta Tuhan, ia semakin fanatik, eksklusif, dan mudah berakhir pada konflik dengan “cinta Tuhan” tapi dari versi berbeda.

Ini menjelaskan terjadinya banyak perang agama. Tak ada perang dalam sejarah yang lebih panjang dibandingkan perang salib antara Islam dan Kristen, yang terjadi sekitar 200 tahun.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Yang Benar dan Yang Keliru dalam Keputusan Kontroversial Danantara

Namun Budhy menawarkan jalan kedua: cinta yang membangun jembatan. Melalui pendekatan ASWKB (Agama sebagai Warisan Kultural Milik Bersama)—yang menurut Budhy berpijak pada pemikiran saya (Denny JA) sendiri dan menjadi fondasi Forum Esoterika.

Budhy melihat agama bukan sebagai klaim eksklusif atas wahyu, melainkan sebagai warisan spiritual buat semua umat manusia. 

Cinta kepada Tuhan yang tumbuh dari kesadaran ini tidak menghakimi, tetapi merangkul. Itu karena agama dan Tuhan untuk semua.

Agama, dalam pendekatan ini, bukan pagar, tapi taman. Bukan palang, tapi undangan.  Bukan tembok, tapi jembatan

-000-

1. Cinta Tuhan dalam Agama Abrahamik

Dalam Yudaisme, cinta Tuhan itu panggilan etis: Shema Yisrael menyerukan umat untuk mencintai Tuhan dengan segenap hati dan kekuatan. Di sini, cinta adalah komitmen kolektif, bukan sekadar pengalaman pribadi.

Halaman:

Berita Terkait