Merasakan Jejak Tuhan dalam Agama, Filsafat, Seni, dan Gerakan Sosial
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 04 Agustus 2025 06:31 WIB

Pengantar dari Denny JA Untuk Buku Budhy Munawar Rahman: Dimensi Esoterika, Memaknai Seni Mencintai Tuhan
ORBITINDONESIA.COM - Di sebuah malam sunyi di Mekkah, saya melihat seorang pria tua duduk bersila di dekat Kakbah.
Ia tak sedang thawaf. Tak pula membaca zikir yang bersuara. Ia hanya menatap lembut dinding hitam itu—seolah hendak mengingat wajah Tuhan yang tak tergambar.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Yang Benar dan Yang Keliru dalam Keputusan Kontroversial Danantara
Udara panas menggigit. Tapi tubuhnya tetap diam, seolah ia telah belajar mencintai dalam kondisi yang tak bersyarat.
Saya mendekatinya pelan, lalu bertanya lirih, “Bro, tak pindah ke dalam saja, yang teduh.”
Ia menoleh perlahan. Suaranya nyaris seperti bisikan angin: “Tak apa, di sini saja.”
“Sedang berdoa soal apa bro, sehingga perlu berpanas-panas seperti ini?” kata saya bertanya lebih jauh.
Jawabnya singkat: Aku tidak sedang meminta apa-apa. Aku hanya ingin berada di sini. Bersama-Nya. Meski Ia diam. Meski doaku tak dijawab. Cinta tak selalu butuh balasan.”
Lalu ia kembali diam. Tapi diamnya bukan kehampaan.
Melainkan semacam puisi sunyi, tentang cinta yang bertahan bahkan ketika langit tak memberikan tanda.