DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Mantra Dunia Minyak, Ketahanan dan Kemandirian Energi

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Kemandirian energi berarti sebuah bangsa mampu memenuhi kebutuhan energinya dari sumber daya sendiri. Ini soal produksi dalam negeri.

Ia adalah keberanian berdiri di atas kaki sendiri, di tengah gelombang pasar global yang tak kenal belas kasihan.

Sedangkan ketahanan energi adalah kemampuan sistem energi nasional untuk bertahan dalam krisis: perang, bencana, embargo, atau gangguan pasokan.

Baca Juga: Riset LSI Denny JA: Gebrakan Prabowo Subianto, Antara Gagasan Besar dan Kesiapan Tata Kelola Pemerintahan

Istilah ini menguat sejak krisis minyak tahun 1973, ketika embargo yang dilakukan oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) membuat dunia sadar bahwa energi bukan sekadar komoditas, tapi senjata geopolitik.

Di Indonesia, istilah ini menjadi relevan sejak tahun 2004, ketika kita resmi berubah dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor minyak bersih (net importir).

-000-

Baca Juga: Riset LSI Denny JA: Publik Berharap Prabowo Subianto Jadi Bapak Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Indonesia: Dari Eksportir Menjadi Importir

Pada era 1970-an hingga 1990-an, Indonesia adalah salah satu pengekspor minyak terbesar di Asia dan anggota OPEC. Ladang-ladang di Riau, Kalimantan, dan Jawa menjadi napas bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun sejak 2004, produksi menurun drastis. Sumur tua melemah. Konsumsi melonjak. Investasi eksplorasi stagnan. Kilang-kilang tertinggal.

Baca Juga: ANALISIS: Mengapa IHSG Bisa Anjlok yang Memicu Halt Trading

Kini, lebih dari 40% Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional berasal dari impor. Ketergantungan ini rapuh. Setiap fluktuasi harga global langsung mengguncang APBN.

Halaman:

Berita Terkait