DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Apakah Pertamina Bisa Selamat di Era Tanpa Minyak?

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Di balik setiap sumur tua tersimpan narasi nasionalisme: dari Ibnu Sutowo yang membangun kerajaan energi negara, hingga proyek kilang yang menjadi lambang kedaulatan.

Minyak pernah menjadi lambang harga diri bangsa. Tapi kini, simbol itu berkarat.

Generasi baru tak lagi mewarisi impian saham dan ladang, melainkan krisis iklim dan udara beracun. Mereka tak hanya bertanya “berapa harga BBM?”, tapi “berapa jejak karbon kita?”.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Dilema Batin Petugas Perbatasan dan Luka Sosial Lainnya

Jika dulu ladang minyak adalah mahkota republik, kini tantangannya adalah menjadi laboratorium karbon netral—bukan simbol keterlambatan.

-000-

Akhir dari Minyak? Atau Awal dari Transformasi?

Baca Juga: Catatan Denny JA: Kentucky Fried Chicken Rugi Ratusan Miliar Rupiah dan Datangnya Era Meaning Economy

Di akar rumput, energi baru tumbuh: panel surya mengubah atap jadi kebun, angin desa memutar turbin harapan.

Bukan mimpi, ini kerja tangan yang menanam matahari.

Kodak mati bukan karena dunia tak butuh foto, tapi karena Kodak menolak berubah.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra

Nokia tumbang bukan karena sinyal hilang, tapi karena ia gagal membaca arah zaman.

Halaman:

Berita Terkait