DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Apakah Pertamina Bisa Selamat di Era Tanpa Minyak?

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Pertanyaan itu tak bisa ditunda. Sejak Paris Agreement 2015, dunia makin tegas dalam meninggalkan bahan bakar fosil. COP28, ESG, transisi energi global—semuanya satu bahasa: berubah, atau punah.

Investor seperti Dana Pensiun Norwegia, BlackRock, hingga bank syariah Asia kini menyaring portofolio berdasarkan jejak karbon. Aset kotor ditinggal, yang hijau dirangkul.

Pertamina, ibarat Goliath yang bertumpu pada ladang-ladang tua, kini harus belajar menari seperti para startup energi bersih yang gesit dan ringan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Dilema Batin Petugas Perbatasan dan Luka Sosial Lainnya

Apakah mungkin?

Strukturalnya sudah dibentuk. Subholding Energi Baru dan Terbarukan (EBT) mulai dirancang. Ada kilang hijau di Cilacap, proyek co-processing CPO, percobaan hidrogen biru dan amonia hijau. 

Beberapa PLTS mulai dipasang di atap SPBU, dan ambisi membangun ekosistem EV nasional digaungkan.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Kentucky Fried Chicken Rugi Ratusan Miliar Rupiah dan Datangnya Era Meaning Economy

Tapi pertanyaan publik muncul: benarkah ini lompatan strategis, atau sekadar gerak kosmetik?

-000-

Antara Pencitraan dan Kenyataan

Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra

Brosur Pertamina kini penuh kehendak sustainability. Namun, laporan keuangan menunjukkan bahwa 95% pendapatan perusahaan masih bersumber dari minyak dan gas bumi.

Halaman:

Berita Terkait