Gunawan Trihantoro: Lebih Banyak Pustakawan, Lebih Kuat Bangsa
- Penulis : Abriyanto
- Rabu, 09 Juli 2025 04:35 WIB

Oleh Gunawan Trihantoro*
ORBITINDONESIA.COM - Kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, yang mendorong penambahan program studi perpustakaan patut diapresiasi sebagai langkah transformasi pendidikan yang visioner.
Langkah ini bukan hanya menjawab kebutuhan praktis akibat kekurangan pustakawan di Indonesia, tetapi juga menegaskan pentingnya literasi sebagai fondasi bangsa yang cerdas.
Data menunjukkan ada lebih dari 164 ribu unit perpustakaan di seluruh negeri, namun jumlah pustakawan profesional masih jauh dari memadai.
Inilah yang menjadi kegelisahan dan sekaligus titik tolak Prof. Mu’ti untuk mendorong perguruan tinggi membuka lebih banyak prodi perpustakaan.
Pustakawan sering disebut sebagai “pekerja sunyi”, tapi di balik kesunyian itu, mereka adalah penjaga peradaban.
Dengan kebijakan baru ini, keheningan itu diisi dengan pengakuan dan harapan, bahwa pustakawan bukan hanya petugas administrasi buku, melainkan penggerak budaya literasi.
Baca Juga: Kalimantan Selatan Kerahkan Mobil Perpustakaan Keliling Guna Tingkatkan Literasi Pelajar di Tabalong
Penambahan prodi perpustakaan adalah jawaban konkret. Ini bukan sekadar menambah jumlah lulusan, tetapi juga memperkuat kualitas kompetensi, mulai dari manajemen koleksi, teknologi informasi, hingga kemampuan mendesain layanan literasi yang inklusif.
Lebih jauh lagi, kebijakan ini membuka ruang transformasi pendidikan. Pustakawan tak hanya bertugas menjaga rak buku, tetapi menjadi fasilitator pengetahuan dan inovasi di sekolah, desa, dan ruang-ruang publik.
Di tingkat sekolah, Prof. Mu’ti juga mendorong pelatihan guru untuk memiliki kompetensi dasar kepustakawanan. Langkah ini strategis, karena memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada, sambil menunggu hadirnya pustakawan profesional dalam jumlah yang ideal.
Baca Juga: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan: Hobi Membaca Warga Jakarta Tinggi
Perhatian ini selaras dengan visi pendidikan berbasis literasi, yang tak lagi membatasi perpustakaan hanya sebagai gudang buku pelajaran. Perpustakaan harus menjadi ruang kreatif, tempat siswa menemukan bacaan inspiratif di luar teks wajib.